Sebuah operasi rahasia yang melibatkan pasukan khusus elit Amerika Serikat, Navy SEAL Team 6 Red Squadron, terungkap ke publik. Misi yang bertujuan menyusup ke Korea Utara untuk memata-matai pemimpin Kim Jong-un ini berujung kegagalan yang memalukan.
Operasi yang terjadi pada tahun 2019 ini baru-baru ini diungkap oleh media. Rencana awalnya adalah menyusup melalui jalur laut menggunakan kapal selam. Namun, kehadiran warga sipil Korea Utara menggagalkan rencana tersebut. Tragisnya, ketiga warga sipil itu dibunuh untuk menutupi jejak operasi.
Informasi ini didukung oleh sejumlah sumber yang mengetahui detail operasi tersebut. Beberapa detail terpaksa dirahasiakan demi keamanan dan kelanjutan operasi di masa depan.
Pemerintah AS, termasuk Pentagon dan Gedung Putih, menolak berkomentar terkait operasi rahasia ini. Mantan Presiden Donald Trump mengklaim tidak mengetahui apa pun tentang operasi tersebut. Klaim ini menimbulkan pertanyaan karena operasi semacam ini umumnya memerlukan persetujuan presiden.
Navy SEAL Team 6 Red Squadron, unit yang sama yang berhasil melumpuhkan Osama bin Laden, ditugaskan untuk menyusup ke pantai terpencil di Korea Utara. Tujuannya adalah memasang alat penyadap elektronik untuk memantau komunikasi Kim Jong-un.
Misi ini dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan Korea Utara terkait program nuklir Pyongyang. Pemasangan alat penyadap diharapkan dapat memberikan informasi intelijen yang lebih baik sebelum pertemuan puncak kedua pemimpin di Hanoi pada Februari 2019.
Operasi ini melibatkan kapal selam, SEAL Team 6, Tim Kendaraan Pengiriman SEAL 1, serta aset militer lainnya. Tantangan utama adalah minimnya dukungan intelijen dari udara karena alasan keamanan. Pasukan SEAL harus beroperasi secara mandiri setelah diterjunkan.
Pada awal 2019, pasukan SEAL diterjunkan dari kapal selam mini. Saat mendekati pantai, mereka menemukan sebuah perahu kecil berisi tiga orang dengan pakaian selam. Seorang anggota SEAL senior menembak, diikuti oleh anggota lainnya, yang mengakibatkan kematian ketiga warga sipil yang ternyata adalah nelayan. Misi pun dibatalkan, dan mayat para nelayan ditenggelamkan.
Hingga kini, belum ada konfirmasi dari Korea Utara maupun Amerika Serikat mengenai operasi yang gagal ini. Tidak jelas apakah Korea Utara mengetahui operasi tersebut.
Pada tahun 2021, Presiden Joe Biden memerintahkan penyelidikan atas misi tahun 2019. Informasi temuan tersebut kemudian disampaikan kepada anggota kunci Kongres.
Laporan tersebut juga mengungkapkan adanya infiltrasi lain oleh SEAL dua dekade sebelumnya, tepatnya pada tahun 2005 atas perintah Presiden George W Bush.
Terlepas dari upaya infiltrasi tersebut, Korea Utara tetap mempertahankan program nuklirnya dan diyakini memiliki beberapa lusin hulu ledak nuklir.