Penjara Evin di Teheran, yang dikenal sebagai tempat penahanan ribuan tahanan politik selama lima dekade terakhir, menjadi sasaran serangan mematikan oleh militer Israel. Serangan ini, yang terjadi pada bulan Juni, meninggalkan bekas luka mendalam, baik secara fisik maupun psikologis, bagi mereka yang berada di dalamnya.
Motahareh Goonei, seorang aktivis politik yang ditahan di sel isolasi Penjara Evin, menggambarkan pengalaman mengerikannya. "Neraka bukanlah saat Israel menyerang; neraka adalah saat mereka [aparat Iran] tidak mau membuka pintu [sel] untuk kami," ungkapnya dalam sebuah pernyataan yang menggambarkan keputusasaan dan ketidakberdayaan yang ia rasakan.
Serangan itu sendiri, menurut analisis, melibatkan setidaknya enam proyektil yang menghantam kompleks penjara, merusak puluhan bangunan. Militer Israel mengklaim bahwa fasilitas tersebut digunakan untuk "operasi intelijen melawan Israel," dan mereka telah mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan kerugian bagi warga sipil.
Namun, kesaksian dari para tahanan dan kerabat yang datang berkunjung sesaat setelah serangan menceritakan kisah yang berbeda. Mereka menggambarkan pemandangan mengerikan dengan mayat bergelimpangan di mana-mana. Para tahanan yang berhasil keluar dari sel mereka terpana dan tidak mencoba melarikan diri.
Pihak berwenang Iran melaporkan bahwa 80 orang tewas dalam serangan tersebut, termasuk staf penjara, narapidana, petugas medis, pengunjung, dan warga sekitar. Identitas beberapa korban telah diverifikasi secara independen, termasuk seorang warga negara ganda Iran-Amerika, seorang pria yang sedang mengurus jaminan untuk pembebasan ayahnya, dan seorang pelukis terkenal.
Meskipun militer Israel mengklaim telah melakukan "serangan terarah" terhadap "simbol penindasan terhadap rakyat Iran," serangan terhadap Penjara Evin telah memicu kecaman internasional. Organisasi hak asasi manusia seperti Human Rights Watch dan Amnesty International menyebut serangan itu sebagai pelanggaran hukum internasional dan berpotensi sebagai kejahatan perang. Kantor hak asasi manusia PBB juga menyatakan bahwa Penjara Evin "bukanlah sasaran militer" dan serangan itu melanggar hukum humaniter internasional.
Serangan di Penjara Evin tidak hanya merenggut nyawa dan menyebabkan kerusakan fisik, tetapi juga mengungkap penderitaan dan ketidakpastian yang dihadapi oleh para tahanan politik di Iran. Kisah-kisah tentang para tahanan yang saling membantu, bahkan menolong para sipir yang terluka, menunjukkan sisi kemanusiaan di tengah kengerian. Namun, nasib para tahanan transgender yang ditahan di penjara tersebut masih belum diketahui, menimbulkan kekhawatiran serius tentang keselamatan mereka.