Masyarakat Indonesia, yang menjadikan nasi sebagai sumber karbohidrat utama, kini dihadapkan pada masalah pelik: kelangkaan beras di pasaran. Kondisi ini memicu kekhawatiran dan kritik dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
YLKI menyoroti bahwa kelangkaan stok beras, baik premium maupun medium, masih terus terjadi di toko-toko ritel. Ironisnya, beberapa toko justru menawarkan beras fortifikasi sebagai pengganti, yang justru menimbulkan masalah baru.
Beras fortifikasi, sesuai standar dari Badan Standarisasi Nasional (BSN), adalah beras yang diperkaya dengan zat gizi mikro seperti vitamin A, B1, B6, B12, asam folat, zat besi, dan zinc. Badan Pangan Nasional menyebutkan bahwa beras ini lebih dari sekadar sumber karbohidrat.
Namun, menurut Ketua YLKI Niti Emiliana, banyak konsumen merasa dirugikan. Harga beras fortifikasi sangat mahal, bahkan jauh melebihi harga beras premium dan medium.
"Harga beras fortifikasi bisa mencapai Rp 90-130 ribu per 5 kg, sementara beras premium hanya sekitar Rp 55-60 ribu untuk ukuran yang sama. Tentu saja, jika hanya beras fortifikasi yang tersedia, masyarakat akan terbebani dengan harganya," ujar Niti.
YLKI menilai eskalasi harga beras di ritel modern sangat memberatkan konsumen dan tidak sesuai dengan daya beli mereka. Ketidaktersediaan beras premium dan medium memunculkan beras fortifikasi yang harganya tidak memiliki aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) dari pemerintah.
Di pasar tradisional pun, harga beras eceran ikut naik meski masih dalam batas terjangkau. Niti mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian khusus agar stok dan harga beras tetap terjaga.
"Pemerintah harus memastikan tidak ada kenaikan harga dan kekosongan stok beras di pasar tradisional," tegasnya.
Bagi konsumen, ketersediaan stok beras yang melimpah bukan hanya soal kuantitas di gudang, tetapi juga kemudahan akses di pasar dengan kualitas yang sesuai standar dan harga yang terjangkau.
Oleh karena itu, YLKI meminta pemerintah untuk menjamin ketersediaan stok beras di pasar dan memastikan harga yang terjangkau bagi konsumen. Mereka juga mendesak pemerintah, melalui Badan Pangan Nasional dan Perum Bulog, untuk mempercepat pendistribusian beras Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP) dengan kualitas terstandar secara masif, guna menstabilkan harga dan mengisi kekosongan stok beras di pasaran.