Penjara Evin, sebuah kompleks dengan keamanan maksimum di Teheran, Iran, menjadi saksi bisu tragedi mengerikan ketika diserang oleh militer Israel pada 23 Juni 2025. Serangan ini tidak hanya mengguncang bangunan fisik penjara, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi para tahanan, staf, dan keluarga korban.
"Neraka adalah saat mereka tidak membuka pintu,"
Motahareh Goonei, seorang aktivis politik yang ditahan di sel isolasi Penjara Evin, menggambarkan kengerian saat serangan terjadi. Ia mengungkapkan bagaimana para petugas penjara awalnya menghalangi narapidana untuk melarikan diri, bahkan mengancam mereka. Namun, dalam situasi yang mengerikan namun penuh kemanusiaan, para narapidana justru saling membantu, termasuk menolong sipir yang terluka dan membalut luka seorang juru interogator yang menangis. Saeedeh Makarem, seorang dokter yang terluka parah, bahkan menulis di Instagram bahwa para narapidana yang pernah ia rawat telah menyelamatkan hidupnya.
Detail Serangan dan Dampaknya
Investigasi mengungkapkan bahwa Israel menyerang Penjara Evin dengan setidaknya enam proyektil, merusak puluhan bangunan di dalam kompleks tersebut. Israel mengklaim bahwa serangan itu ditujukan pada fasilitas yang digunakan untuk "operasi intelijen melawan Israel," namun langkah-langkah telah diambil untuk meminimalkan kerugian sipil.
Namun, kesaksian dari para saksi mata menggambarkan pemandangan yang mengerikan. Seorang kerabat tahanan politik yang datang berkunjung setelah ledakan mengatakan bahwa ada mayat di mana-mana, dan para tahanan keluar dengan kebingungan. Otoritas Iran melaporkan bahwa puluhan narapidana melarikan diri selama kekacauan tersebut, tetapi sebagian besar ditangkap kembali atau kembali secara sukarela.
Korban Jiwa dan Identifikasi
Pihak berwenang Iran mengumumkan bahwa puluhan orang tewas dalam serangan itu, termasuk staf penjara dan narapidana. Identitas beberapa korban berhasil diverifikasi, termasuk Masoud Behbahani, seorang warga negara ganda Iran-Amerika, Arvin Mohammadi, yang tewas saat mengurus jaminan ayahnya, dan Mehrangiz Imanpour, seorang pelukis terkenal. Korban lainnya termasuk seorang ibu dengan anak berusia satu tahun, seorang dermawan, pekerja sosial, dan anak-anak muda yang menjalani wajib militer.
Nasib para tahanan transgender di Penjara Evin setelah serangan itu juga menjadi perhatian. Meskipun ada laporan yang tidak benar mengenai ratusan kematian, kekhawatiran serius tetap ada mengenai keberadaan dan kondisi mereka.
Respons Internasional
Serangan terhadap Penjara Evin memicu kecaman internasional. Human Rights Watch menyatakan bahwa serangan udara Israel terhadap penjara tersebut merupakan tindakan melanggar hukum dan tergolong kejahatan perang. Kantor hak asasi manusia PBB menyatakan bahwa Evin "bukanlah sasaran militer" dan serangan itu melanggar hukum humaniter internasional. Amnesty International juga mengecam serangan tersebut, menyatakan bahwa menyerang objek sipil adalah kejahatan perang.