Perdana Menteri Jepang Mengundurkan Diri Setelah Negosiasi Tarif dengan AS

Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, menyatakan pengunduran dirinya pada Minggu malam (7/9) setelah menghadapi tekanan kuat dari internal partainya. Desakan untuk mundur menguat setelah kekalahan bersejarah yang dialami Partai Demokrat Liberal (LDP) pada pemilihan parlemen Juli lalu.

"Setelah negosiasi tentang langkah-langkah tarif AS mencapai kesimpulan, saya yakin ini adalah waktu yang tepat," ungkap Ishiba dalam konferensi pers. "Saya telah memutuskan untuk mundur dan memberikan kesempatan kepada generasi penerus," tambahnya.

Politisi berusia 68 tahun yang dikenal moderat ini sebelumnya menolak desakan dari faksi kanan partainya untuk mundur. Ishiba beralasan ingin menghindari kekosongan kepemimpinan politik di tengah tantangan besar yang dihadapi Jepang, baik domestik maupun internasional. Tantangan tersebut termasuk tarif impor Amerika Serikat, kenaikan harga, dan meningkatnya ketegangan di kawasan Asia-Pasifik.

Dalam konferensi pers, Ishiba menjelaskan bahwa ia sebenarnya telah lama berniat bertanggung jawab atas kekalahan partainya. Namun, ia memilih menuntaskan negosiasi tarif dengan Amerika Serikat, yang dianggapnya sebagai kepentingan nasional. "Siapa yang mau bernegosiasi serius dengan pemerintah yang pemimpinnya sudah menyatakan akan mundur?" ujarnya.

Momen yang tepat tiba setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan penurunan tarif terhadap mobil dan produk Jepang lain dari 25% menjadi 15%. "Setelah mencapai tonggak penting dalam negosiasi tarif dengan AS, saya putuskan inilah saatnya memberi jalan bagi penerus," kata Ishiba.

Alasan Pengunduran Diri Ishiba

Pengunduran diri Ishiba diumumkan sehari sebelum partainya memutuskan apakah akan menggelar pemilihan ketua lebih awal. Pemilihan lebih awal ini dianggap sebagai mosi tidak percaya terhadap dirinya bila disetujui. Ishiba menyebut keputusan mundur sebagai "pilihan menyakitkan" demi menghindari perpecahan internal. "Hal itu akan menimbulkan perpecahan kritis di dalam partai, dan sama sekali bukan itu yang saya inginkan," tegasnya.

Ishiba mengatakan dirinya akan memulai proses pemilihan ketua partai untuk menentukan penggantinya yang dijadwalkan berlangsung Oktober. Ia akan tetap menjabat sebagai perdana menteri hingga pemimpin baru terpilih dan disahkan oleh parlemen.

Kepemimpinan Ishiba yang singkat ini menyoroti rapuhnya pemerintahan minoritas Jepang. Sebagai sosok independen yang baru memenangkan kursi ketua setelah lima kali mencalonkan diri, Ishiba mengaku menyesal tidak mampu memenuhi harapan rakyat akan perubahan. Ia juga memastikan tidak akan maju dalam pemilihan ketua partai berikutnya, meski menyesal meninggalkan sejumlah agenda yang belum tuntas, termasuk kebijakan kenaikan gaji, reformasi pertanian, serta penguatan keamanan Jepang. Ishiba berharap penerusnya kelak melanjutkan isu-isu tersebut.

Scroll to Top