Paris – Perdana Menteri Prancis, Francois Bayrou, kehilangan posisinya setelah gagal memenangkan mosi kepercayaan di parlemen pada Senin (8/9) waktu setempat. Masa jabatannya berakhir singkat, hanya sembilan bulan.
Keputusan Bayrou untuk mengajukan mosi kepercayaan, langkah yang tidak lazim, bertujuan untuk memecahkan kebuntuan terkait proposal anggaran ketat. Anggaran tersebut mencakup pemotongan pengeluaran negara hingga hampir 44 miliar Euro demi mengurangi beban utang Prancis yang terus menumpuk.
Bayrou menegaskan bahwa tumpukan utang tersebut merupakan "ancaman eksistensial" bagi Prancis. Dia meyakinkan bahwa rencananya akan membantu negara terlepas dari "gelombang utang yang tak terhindarkan yang menenggelamkan negara".
Namun, hasil pemungutan suara di Majelis Nasional Prancis menunjukkan hal yang berbeda. Mayoritas anggota parlemen, sebanyak 364 orang, menyatakan ketidakpercayaan mereka terhadap pemerintahan Bayrou. Hanya 194 anggota yang memberikan dukungan.
"Sesuai dengan pasal 50 Konstitusi, Perdana Menteri harus mengajukan pengunduran diri pemerintahannya," ujar ketua Majelis Nasional Prancis, Yael Braun-Pivet, setelah pengumuman hasil voting.
Bayrou menjadi PM pertama dalam sejarah modern Prancis yang lengser bukan karena mosi tidak percaya, melainkan karena kalah dalam mosi kepercayaan yang diajukannya sendiri.
Presiden Emmanuel Macron telah mengetahui hasil voting tersebut. Kantor kepresidenan menyatakan bahwa Macron akan segera menunjuk PM baru "dalam beberapa hari mendatang," sekaligus mengakhiri spekulasi tentang kemungkinan pemilihan umum mendadak.
Macron dijadwalkan bertemu dengan Bayrou pada Selasa (9/9) "untuk menerima pengunduran diri pemerintahannya".