Gelombang serangan udara dahsyat Rusia menghantam Ukraina, menjadi yang terbesar sejak invasi 2022. Lebih dari 800 drone dan belasan rudal ditembakkan, menghantam sejumlah kota termasuk Kyiv, Odesa, dan Zaporizhzhia.
Ibukota Kyiv menjadi salah satu target utama, di mana gedung pemerintahan pusat terkena dampak langsung. Tragisnya, serangan ini merenggut nyawa sedikitnya empat orang, termasuk seorang bayi, dan melukai lebih dari 20 lainnya.
Angkatan Udara Ukraina mengonfirmasi skala masif serangan tersebut, menyatakan bahwa pertahanan udara berhasil menembak jatuh sebagian besar drone dan rudal. Namun, kerusakan signifikan tetap terjadi di berbagai wilayah Ukraina.
Presiden Volodymyr Zelensky mengecam serangan ini sebagai "kejahatan yang disengaja" dan mendesak sekutu untuk memperkuat sistem pertahanan udara Ukraina. Ia menegaskan bahwa serangan ini adalah perpanjangan perang yang disengaja, terjadi di saat diplomasi seharusnya menjadi pilihan.
Perdana Menteri Ukraina Yulia Svyrydenko menyoroti bahwa serangan ke gedung pemerintahan pusat di Kyiv adalah pukulan simbolis. Gedung ini untuk pertama kalinya sejak perang dimulai, berhasil ditembus oleh serangan Rusia.
Reaksi keras datang dari para pemimpin Barat. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk menyatakan bahwa penundaan tindakan tegas terhadap Putin adalah kesalahan besar. Utusan AS untuk Ukraina, Keith Kellogg, menilai serangan ini sebagai eskalasi konflik dan bukan sinyal Rusia ingin berdamai.
Sementara itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent berpendapat bahwa tekanan ekonomi tambahan dari Barat dapat mendorong Presiden Vladimir Putin untuk bernegosiasi.
Sebagai balasan, Ukraina menyerang jaringan pipa minyak Druzhba di wilayah Bryansk, Rusia. Serangan ini bertujuan melemahkan pendanaan perang Moskow dengan menargetkan infrastruktur energi penting.