Iran dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mencapai kemajuan signifikan dalam negosiasi untuk melanjutkan inspeksi di fasilitas nuklir Iran. Pengumuman ini muncul setelah pertemuan antara Kepala IAEA, Rafael Grossi, dan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, di Kairo, Mesir. Pertemuan ini difasilitasi oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdel-Atti.
Grossi menyampaikan melalui platform X bahwa kerangka kerja telah disepakati untuk melanjutkan kegiatan inspeksi di Iran. Ia menekankan bahwa ini merupakan langkah positif menuju diplomasi dan stabilitas.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, juga mengkonfirmasi kesepahaman ini, menyatakan bahwa pemerintah telah mencapai kesepakatan dengan IAEA mengenai "modalitas untuk menghadapi situasi baru."
Sebelumnya, Iran menangguhkan kerja sama dengan inspektur IAEA setelah serangan terhadap fasilitas nuklir utamanya pada bulan Juni.
Tuntutan Iran: Netralitas IAEA
Selama beberapa minggu terakhir, IAEA dan Iran telah bernegosiasi untuk melanjutkan inspeksi, terutama terkait lebih dari 400 kilogram uranium yang diperkaya mendekati tingkat senjata. IAEA belum menerima informasi dari Iran mengenai lokasi penyimpanan atau kondisi material nuklir tersebut setelah serangan.
Dalam konferensi pers, menteri luar negeri Iran menekankan pentingnya "ketidakberpihakan, kemandirian, dan profesionalisme" dari IAEA. Ia juga memperingatkan bahwa Iran akan mengakhiri perjanjian jika terjadi "tindakan permusuhan," termasuk penerapan kembali sanksi.
Ketegangan dan Ancaman Sanksi
Jerman, Prancis, dan Inggris telah mengancam untuk memberlakukan kembali sanksi PBB jika Iran tidak berkomitmen pada negosiasi serius mengenai program nuklirnya.
Serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran pada bulan Juni lalu menambah ketegangan. Pemerintah Israel mengklaim serangan tersebut diperlukan untuk melawan ancaman dari program nuklir Iran, meskipun banyak ahli hukum menganggapnya sebagai pelanggaran hukum internasional.
Inti dari sengketa ini adalah kekhawatiran negara-negara Barat mengenai potensi Iran mengembangkan senjata nuklir, yang dibantah oleh Teheran. Perjanjian nuklir internasional tahun 2015, yang membatasi program nuklir Iran sebagai imbalan atas pencabutan sanksi, telah terhenti sejak penarikan diri sepihak AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Respon Positif dan Tantangan ke Depan
Tiongkok menyambut baik kesepakatan antara Iran dan IAEA, menyebutnya sebagai "langkah positif untuk meredakan isu nuklir Iran."
Menteri Luar Negeri Mesir Abdel-Atti menyatakan bahwa pembicaraan di Kairo telah menghasilkan "kerangka kerja baru untuk memulihkan kerja sama antara Iran dan IAEA." Ia menekankan pentingnya memulihkan "kepercayaan bersama" antara kedua belah pihak.
Meskipun demikian, Abdel-Atti memperingatkan bahwa tantangan masih ada dan perjanjian ini hanyalah awal dari perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen dari semua pihak.