Terkuak! Bukti Genetik Langsung Bakteri Penyebab Wabah Justinianus Ditemukan di Mediterania Timur

Para ilmuwan akhirnya berhasil mengungkap misteri penyebab Wabah Justinianus, pandemi dahsyat yang melanda dunia hampir 1500 tahun lalu. Untuk pertama kalinya, bukti genom langsung dari bakteri Yersinia pestis, sang biang keladi wabah, ditemukan di kawasan Mediterania Timur, tempat wabah tersebut pertama kali dilaporkan.

Penemuan revolusioner ini berhasil diidentifikasi pada sebuah kuburan massal di kota kuno Jerash, Yordania, yang terletak dekat dengan pusat awal penyebaran pandemi. Hasil analisis meyakinkan ini secara definitif mengaitkan patogen tersebut dengan Wabah Justinianus (541-750 M), sekaligus memecahkan perdebatan sejarah yang berlangsung selama berabad-abad.

Selama ini, para sejarawan berdebat sengit mengenai penyebab wabah yang telah merenggut puluhan juta nyawa, mengguncang Kekaisaran Bizantium, dan mengubah arah peradaban Barat. Meskipun terdapat berbagai petunjuk tidak langsung, bukti pasti mengenai mikroorganisme penyebabnya selalu sulit ditemukan.

Namun, kini teka-teki itu terjawab! Penemuan ini tak hanya memberikan jawaban yang telah lama dicari, tetapi juga membuka wawasan baru tentang salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah umat manusia. Lebih lanjut, temuan ini menggarisbawahi relevansi wabah hingga saat ini, meskipun jarang terjadi, Yersinia pestis masih beredar di seluruh dunia. Bahkan, baru-baru ini dilaporkan kasus kematian akibat pes di Amerika Serikat.

"Penemuan ini memberikan bukti definitif keberadaan Y. pestis di jantung Wabah Justinianus," tegas peneliti utama studi tersebut. "Selama berabad-abad, kita hanya bergantung pada catatan sejarah tanpa bukti biologis nyata. Penemuan kami memberikan kepingan penting yang hilang, sekaligus jendela genetik pertama untuk memahami bagaimana pandemi ini berlangsung."

Wabah Justinianus pertama kali tercatat di Pelusium, Mesir, sebelum menyebar ke seluruh Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium. Meskipun jejak Y. pestis sebelumnya telah ditemukan di wilayah-wilayah Eropa Barat yang jauh, tidak ada bukti yang pernah ditemukan di dalam kekaisaran itu sendiri atau di dekat pusat pandemi.

Melalui teknik DNA kuno yang canggih, para peneliti berhasil menemukan dan mengurutkan materi genetik dari delapan gigi manusia yang digali dari ruang pemakaman di bawah bekas hippodrome Romawi di Jerash. Analisis genom menunjukkan bahwa para korban wabah membawa strain Y. pestis yang hampir identik, yang untuk pertama kalinya mengonfirmasi keberadaan bakteri tersebut di dalam Kekaisaran Bizantium pada sekitar tahun 550-660 M. Keseragaman genetik ini mengindikasikan adanya wabah yang menyebar cepat dan mematikan, sesuai dengan catatan sejarah tentang wabah yang menyebabkan kematian massal.

"Temuan di Jerash memberikan gambaran langka tentang bagaimana masyarakat kuno merespons bencana kesehatan," ungkap peneliti lainnya. "Jerash adalah salah satu kota penting di Kekaisaran Romawi Timur, pusat perdagangan yang terdokumentasi dengan bangunan-bangunan megah. Bahwa tempat yang dulunya dibangun untuk hiburan dan kebanggaan warga menjadi pemakaman massal di masa darurat menunjukkan betapa besar kemungkinan pusat-pusat perkotaan kewalahan."

Studi pendamping menempatkan penemuan di Jerash ke dalam konteks evolusi yang lebih luas. Dengan menganalisis ratusan genom Y. pestis kuno dan modern, para peneliti menemukan bahwa bakteri ini telah beredar di antara populasi manusia selama ribuan tahun sebelum wabah Justinianus terjadi. Tim juga menemukan bahwa pandemi-pandemi wabah berikutnya, mulai dari Black Death pada abad ke-14 hingga kasus yang masih muncul hingga kini, bukanlah keturunan dari satu strain leluhur. Sebaliknya, pandemi itu muncul secara independen dan berulang dari reservoir hewan yang sudah ada sejak lama, meletus dalam beberapa gelombang di berbagai wilayah dan era.

Secara keseluruhan, temuan penting ini mengubah pemahaman tentang bagaimana pandemi muncul, berulang, dan menyebar, serta mengapa pandemi tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari peradaban manusia. Penelitian ini menegaskan bahwa pandemi bukanlah bencana sejarah yang terjadi sekali saja, melainkan peristiwa biologis berulang yang dipicu oleh interaksi manusia, mobilitas, dan perubahan lingkungan.

Scroll to Top