Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa langsung tancap gas setelah dilantik sebagai Bendahara Negara oleh Presiden Prabowo Subianto. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, ia mengumumkan langkah berani untuk memperbaiki koordinasi kebijakan fiskal dan moneter demi menstabilkan perekonomian Indonesia.
Purbaya menilai selama ini ada kesalahan dalam pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter yang mengakibatkan kekeringan likuiditas, menghambat pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, likuiditas adalah kunci untuk memacu pertumbuhan. Ia menyoroti kondisi tahun 2024, di mana kebijakan suku bunga tinggi dan penarikan pajak yang agresif tanpa diimbangi belanja yang tepat waktu membuat likuiditas perekonomian "dibuat ketat".
"Akibatnya, ekonomi melambat dari 2023 hingga kuartal II-2024," ungkap Purbaya. Ia juga menyoroti bahwa kesalahan pengelolaan likuiditas ini berulang, bahkan terjadi lagi pada Mei-Agustus 2025.
Untuk mengatasi masalah ini, Purbaya menegaskan Kementerian Keuangan akan menarik dana pemerintah yang mengendap di Bank Indonesia (BI), yaitu Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA), dengan total sekitar Rp 425 triliun. Ia berencana menarik Rp 200 triliun untuk diinjeksikan kembali ke sistem perekonomian.
"Tugas saya adalah menghidupkan mesin moneter dan fiskal. Saya akan taruh uang ke sistem perekonomian sebesar Rp 200 triliun," tegasnya.
Purbaya mewanti-wanti BI agar tidak menyerap kembali uang yang telah diinjeksikan ke sistem. Ia berharap, dengan sinergi kebijakan fiskal dan moneter, ekonomi Indonesia dapat kembali bergairah.
Keputusan ini telah disetujui oleh Presiden Prabowo Subianto. Purbaya menjelaskan bahwa pemindahan dana ini bukan pinjaman, melainkan tambahan likuiditas agar bank dapat menggenjot penyaluran kredit.
"Ini seperti anda naruh deposito di bank. Nanti penyalurannya terserah bank. Tapi kalau saya mau pakai, saya ambil," jelasnya.
Ia juga mengingatkan agar bank tidak menggunakan dana tersebut untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), melainkan untuk memutar roda perekonomian.
Purbaya meyakini bahwa ‘likuiditas melimpah’ ini tidak akan memicu inflasi karena ekonomi Indonesia masih di bawah potensinya.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa skema likuiditas ini mirip dengan penempatan dana untuk program Koperasi Desa Merah Putih. Dana sebesar Rp 200 triliun akan ditempatkan di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mendorong penyaluran kredit yang lebih luas.
Febrio menegaskan bahwa aturan akan disiapkan agar dana tersebut tidak digunakan untuk pembelian SBN atau SRBI. Pemerintah berharap langkah ini dapat mendorong penyaluran kredit dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.