Prabowo Berupaya Bujuk Trump Cabut Tarif Impor Tinggi untuk Indonesia

Presiden terpilih Prabowo Subianto tengah mengintensifkan upaya diplomasi untuk meyakinkan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump agar merevisi kebijakan tarif impor sebesar 32% yang membebani produk-produk asal Indonesia.

Langkah ini ditempuh dengan memerintahkan jajarannya untuk menyiapkan serangkaian tawaran menarik yang diharapkan dapat meluluhkan hati Trump. Kebijakan tarif yang diterapkan Trump, yang berdampak luas pada banyak negara mitra dagang, bahkan memicu ketegangan perdagangan global.

Trump memberlakukan tarif impor sebesar 10% untuk hampir semua barang dari seluruh negara, mulai 5 April 2025. Selain itu, dia juga memberlakukan tarif timbal balik yang bervariasi, antara 10% hingga 145%, terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif 32%.

Meskipun sempat menunda kebijakan tarif ini selama 90 hari untuk sebagian besar negara (kecuali China), Trump membuka peluang negosiasi bagi negara-negara lain terkait isu tarif. Indonesia pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan aktif melakukan lobi ke pihak AS.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyiapkan tiga paket tawaran yang diharapkan dapat menarik perhatian AS. Tawaran tersebut meliputi pelonggaran aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk teknologi AS (seperti GE, Apple, Oracle, dan Microsoft), evaluasi terhadap kebijakan pelarangan dan pembatasan impor, serta percepatan sertifikasi halal untuk produk-produk asal AS.

Selain itu, Indonesia juga berencana meningkatkan impor dari AS, terutama komoditas minyak dan gas. Insentif fiskal dan non-fiskal, seperti penurunan bea masuk, PPh impor, dan PPN impor, juga disiapkan untuk produk-produk AS.

Tarif impor 32% dikhawatirkan akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, mengingat AS merupakan salah satu pasar ekspor utama bagi produk-produk Indonesia.

Data menunjukkan bahwa AS merupakan negara tujuan ekspor kedua terbesar bagi Indonesia, dengan pangsa mencapai 26,36%. Sementara itu, impor barang-barang AS ke Indonesia relatif lebih kecil, yaitu sekitar 12% dari total impor Indonesia. Indonesia juga secara konsisten mencatatkan surplus dalam neraca perdagangan dengan AS sejak tahun 2009, dengan surplus tertinggi tercatat pada tahun 2022, mencapai US$16,6 miliar.

Pengamat ekonomi Andri Satrio Nugroho menekankan pentingnya meyakinkan Trump bahwa perdagangan antara AS dan Indonesia saling menguntungkan. Trump memberlakukan tarif tinggi karena merasa Indonesia hanya menjual produk ke AS, tanpa diimbangi dengan pembelian barang-barang AS yang signifikan. Selain itu, Trump juga mencurigai kedekatan Indonesia dengan China.

"Negosiasi pemerintah itu perlu, pertama harus mendorong komitmen yang nyata untuk memperbaiki neraca dagang. Yang paling cepat itu adalah bagaimana kita bisa meningkatkan nilai impor strategis," kata Andri.

Ia menyarankan agar pemerintah meningkatkan impor komoditas yang selama ini banyak dipasok oleh AS, seperti kedelai dan LPG. Saat ini, sebagian besar impor kedelai (89,1%) dan LPG (50%) Indonesia berasal dari AS.

"Menurut saya, bangun segera posisi Indonesia sebagai mitra dagang strategis. Jangan sampai Indonesia hanya dipandang untuk sebagai negara yang cuma berjualan di AS," ujarnya.

Scroll to Top