Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan penjelasan terkait kabar pemanggilan Saiful Bahri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. PBNU menegaskan bahwa Saiful Bahri bukanlah karyawan organisasi tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Lukman Khakim, menyatakan bahwa Saiful Bahri memang tercatat sebagai pengurus di salah satu lembaga PBNU, yaitu Lembaga Wakaf dan Pertanahan (LWP) periode 2022-2027. Namun, sejak kepengurusan PBNU periode tersebut terbentuk, Saiful Bahri tidak pernah aktif.
"Saiful Bahri memang masuk sebagai anggota LWP PBNU 2022-2027. Tapi setelah dicek, ternyata yang bersangkutan tidak pernah aktif. Hanya muncul di Rakernas Cipasung," ujar Lukman Khakim.
Lukman menjelaskan bahwa setelah Muktamar NU di Lampung pada tahun 2021, PBNU baru mengadakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pertama pada Maret 2022. Dalam forum tersebut, susunan kepengurusan PBNU masa bakti 2022-2027 ditetapkan. Sejak saat itu, Saiful Bahri tidak pernah terlihat aktif dalam kegiatan PBNU dan bukan merupakan bagian dari karyawan di Sekretariat PBNU.
Lebih lanjut, Lukman mengungkapkan bahwa Saiful Bahri adalah orang dekat dari Isfah Abidal Aziz (Gus Alex), yang juga telah dipanggil oleh KPK sebagai saksi dan dicekal untuk bepergian ke luar negeri. Saiful Bahri diketahui sebagai "orang lapangan" Gus Alex selama menjabat sebagai Wasekjen PBNU, terutama dalam urusan sekretariat dan kepanitiaan.
PBNU menegaskan bahwa status Saiful Bahri bukanlah karyawan yang menerima gaji rutin dari PBNU. Pihaknya masih akan melakukan pengecekan data keuangan untuk memastikan tidak ada aliran dana dari PBNU kepada Saiful Bahri.
KPK sebelumnya memanggil Saiful Bahri, yang disebut sebagai staf PBNU, untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Selain Saiful Bahri, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Agama (Kemenag) bernama Ramadhan Haris juga dipanggil terkait kasus yang sama.
Dalam pengembangan kasus ini, KPK telah menyita uang senilai 1,6 juta dolar AS (sekitar Rp26 miliar), empat unit mobil, serta lima bidang tanah dan bangunan. KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tipikor, juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP dalam kasus ini. Selain itu, KPK juga telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz, dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.