KPK terus mendalami dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024. Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag), Nizar Ali, telah dimintai keterangan terkait proses penerbitan Surat Keputusan (SK) penentuan kuota haji.
Menurut Nizar Ali, pemeriksaan berfokus pada mekanisme penerbitan SK tersebut. Ia menjelaskan bahwa proses dimulai dari pemrakarsa, kemudian berlanjut ke Sekjen, Biro Hukum, hingga pembahasan dan paraf.
Nizar Ali mengaku tidak mengetahui terkait pengaturan kuota haji, karena hal tersebut bukan kewenangannya sebagai Sekjen. Ia menegaskan bahwa urusan haji berada di bawah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU).
Meskipun status kasus telah ditingkatkan ke penyidikan, KPK belum menetapkan tersangka. Namun, tiga orang telah dicegah bepergian ke luar negeri, yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Stafsus Yaqut Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Pencegahan ini dilakukan karena keterangan ketiganya dibutuhkan dalam proses penyidikan.
Kasus ini bermula dari penambahan kuota haji sebanyak 20 ribu pada tahun 2024, yang diperoleh setelah lobi Presiden Joko Widodo ke Arab Saudi. Penambahan kuota tersebut seharusnya mengurangi antrean panjang jemaah haji reguler Indonesia.
Namun, kuota tambahan tersebut diduga dibagi rata, 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Padahal, Undang-Undang Haji mengatur kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota haji Indonesia. Akibatnya, ribuan jemaah haji reguler yang sudah mengantre lama gagal berangkat.
KPK menduga kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1 triliun. Selain itu, KPK juga mencurigai adanya praktik jual beli kuota haji antara oknum Kemenag dengan pihak travel haji, dengan kisaran harga USD 2.600 hingga USD 7.000.