Beberapa waktu belakangan, pengguna media sosial di Indonesia ramai membicarakan perubahan masa aktif paket data internet dari 30 hari menjadi 28 hari oleh beberapa operator seluler besar, seperti Telkomsel dan Indosat. Perubahan ini menuai reaksi negatif dari publik, yang merasa dirugikan dengan pengurangan masa aktif tersebut. Meskipun terlihat kecil, selisih dua hari ternyata berdampak signifikan, terutama bagi mereka yang memiliki kebutuhan data harian yang stabil.
Operator seluler berdalih bahwa perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan tren pasar dan meningkatkan kualitas layanan. Namun, faktanya, pemangkasan masa aktif ini memaksa konsumen untuk lebih sering membeli paket data dalam setahun. Kondisi ini diperparah karena konsumen merasa tidak diberikan pilihan lain.
Untungnya, tidak semua operator mengikuti tren ini. Beberapa operator, seperti Smartfren, masih menawarkan paket data dengan masa aktif 30 hari. Selain itu, umur nomor yang digunakan tampaknya juga mempengaruhi pilihan paket yang tersedia, di mana beberapa paket masih menawarkan masa aktif 30 hari.
Sebagai contoh, seorang pengguna Smartfren yang biasanya membeli paket unlimited 12+18 GB seharga Rp60.500 untuk 30 hari, akan merasakan dampak langsung. Jika masa aktif dipangkas menjadi 28 hari, sisa kuota 2 GB tidak akan bisa digunakan. Lebih lanjut, dalam setahun, pengguna tersebut harus membeli 13 paket, dengan total biaya Rp786.500, dibandingkan dengan 12 paket seharga Rp726.000 jika masa aktif tetap 30 hari. Tambahan satu bulan langganan tentu membebani anggaran, terutama jika paket yang dibeli cukup mahal atau jika kuota habis sebelum masa aktif berakhir.
Untuk mengatasi masalah ini, konsumen dapat lebih bijak dalam menggunakan kuota internet dengan memanfaatkan fitur pengawasan data di smartphone. Selain itu, konsumen juga bisa beralih ke operator seluler lain yang menawarkan masa aktif dan jumlah kuota yang lebih menguntungkan.
Bagaimana dengan pengalaman Anda? Apakah paket data Anda saat ini memiliki masa aktif 28 hari atau masih 30 hari?