Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) bergerak cepat merespons insiden jatuhnya drone Rusia di Polandia. Aliansi tersebut mengumumkan peluncuran operasi pertahanan di sisi timur Eropa dengan sandi "Penjaga Timur (Eastern Sentry)". Operasi ini bertujuan untuk memperkuat keamanan wilayah tersebut di tengah meningkatnya kekhawatiran.
Sekretaris Jenderal NATO menekankan bahwa operasi "Penjaga Timur" akan segera dimulai. Beberapa negara anggota seperti Denmark, Prancis, Inggris, dan Jerman, serta negara-negara Eropa lainnya, akan ambil bagian dalam operasi ini.
"Penjaga Timur akan memberikan fleksibilitas dan kekuatan tambahan pada postur pertahanan kami, menegaskan bahwa NATO siap siaga mempertahankan wilayahnya," ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa tindakan Rusia yang ceroboh dan melanggar wilayah anggota NATO adalah tindakan yang tidak dapat diterima dan berbahaya.
Panglima Tertinggi NATO di Eropa menjelaskan bahwa operasi ini akan mencakup peningkatan kemampuan pertahanan udara dan darat terpadu, serta peningkatan pertukaran informasi antar anggota aliansi. Meskipun membutuhkan waktu untuk sepenuhnya mengintegrasikan semua elemen operasi, langkah-langkah awal akan segera diimplementasikan.
"Fokus utama kami adalah Polandia, tetapi situasi ini melampaui satu negara. Dampak pada satu sekutu akan memengaruhi kita semua," tegasnya. Ia meyakinkan Polandia dan seluruh anggota NATO bahwa aliansi akan mempertahankan setiap jengkal wilayahnya. Operasi ini akan mencakup seluruh sisi timur NATO, dari utara hingga Laut Hitam dan Mediterania, dengan penyesuaian dan perubahan postur yang berkelanjutan untuk menjaga kewaspadaan.
Sejumlah peralatan militer akan dikerahkan dalam operasi ini, termasuk jet tempur F-16 dari Denmark, jet Rafale dari Prancis, dan Eurofighter dari Jerman.
Sebelumnya, Perdana Menteri Polandia menyebut insiden jatuhnya drone Rusia sebagai sebuah "serangan", bukan sekadar "kesalahan". Polandia melaporkan bahwa Rusia telah meluncurkan sejumlah drone ke wilayahnya, dan sebagian di antaranya berhasil dicegat.