Di tengah gejolak kebijakan tarif global dan ketidakpastian tatanan dunia, Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk mengamankan kepentingan nasionalnya. Era ketika institusi global terasa kurang efektif dan aturan internasional terabaikan, mendorong setiap negara untuk fokus pada ketahanan dalam negeri.
Strategi "Indonesia First" bukanlah konsep baru. Jauh sebelum era "America First," Indonesia telah merintis upaya serupa melalui pembentukan Kementerian yang berfokus pada peningkatan penggunaan produk dalam negeri di era 1980-an. Konsep ini sebenarnya merupakan reaktualisasi cita-cita lama, yaitu mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Terlalu lama terlena, membuat guncangan eksternal mudah menggoyahkan stabilitas ekonomi kita.
Negara tetangga seperti Malaysia dan Australia telah berhasil mengimplementasikan strategi serupa. Malaysia fokus membenahi rantai pasok dan menekan biaya logistik agar harga kebutuhan pokok lebih terjangkau. Sementara Australia, melalui Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan, secara aktif mempromosikan produk dalam negeri di pasar internasional.
Untuk memperkuat implementasi "Indonesia First," beberapa langkah konkret dapat dilakukan:
- Restrukturisasi Kementerian: Mengubah Kementerian Perdagangan menjadi Kementerian Perdagangan Dalam Negeri, serta memperluas cakupan Kementerian Luar Negeri menjadi Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Internasional.
- Pemberdayaan UMKM dan Koperasi: Mendorong UMKM dan koperasi, yang merupakan tulang punggung ekonomi, menjadi unit usaha mandiri, bankable, dan berskala besar. Ini membutuhkan keberpihakan yang nyata dan terarah.
- Peningkatan Kewirausahaan: Memperluas pendidikan kewirausahaan di semua tingkatan pendidikan untuk menciptakan lebih banyak entrepreneur yang mampu menciptakan nilai tambah. Indonesia masih tertinggal jauh dalam Global Entrepreneurship Index (GEI).
- Efisiensi Logistik dan Peningkatan Kualitas Produk: Membenahi supply chain dan menekan biaya logistik yang masih tinggi, serta meningkatkan kualitas produk dalam negeri melalui hilirisasi dan riset industri.
- Peningkatan Jumlah Paten: Meningkatkan jumlah paten yang masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara middle-income lainnya.
Berdikari secara ekonomi berarti mengimplementasikan Pasal 33 konstitusi secara konsisten, menjadikan perekonomian sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Demokrasi ekonomi akan sulit tumbuh di tengah budaya yang feodal. Kreativitas dan inovasi hanya bisa berkembang di lingkungan yang demokratis di semua bidang.
Indonesia perlu kembali pada jati diri sebagai negara kepulauan, dengan kebijakan pembangunan yang berorientasi pada pemanfaatan sumber daya maritim. Kemakmuran rakyat seharusnya menjadi keniscayaan di negara yang kaya akan sumber daya alam ini.
Untuk melompat jauh ke depan, Indonesia membutuhkan disiplin, kreativitas, inovasi, serta merit system. Reformasi birokrasi sipil, militer, kepolisian, dan hukum perlu diperluas. Pemanfaatan keahlian dan jaringan internasional, termasuk konsultan kelas dunia, dapat membantu memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan kualitas produk dalam negeri.
Pusat-pusat pertumbuhan baru perlu dibangun di berbagai daerah agar Jakarta tidak menjadi tujuan utama pencari kerja. Tren knowledge-based economy menuntut strategi quantum leap dengan memanfaatkan teknologi dan SDM andal.
Pada akhirnya, keberhasilan implementasi "Indonesia First" sangat bergantung pada kemampuan manajerial yang andal. Pemilihan orang-orang yang tepat untuk posisi strategis akan menentukan apakah Indonesia berhasil meraih "Indonesia Emas" atau terperangkap dalam "Indonesia Cemas." Seorang pemimpin hanya sebaik orang-orang yang mendukung dan memberdayakannya.