Transaksi QRIS Melonjak di Tengah Sorotan AS: Gubernur BI Tegaskan Standar Global

Di tengah kritik dari Amerika Serikat terkait transparansi dan potensi hambatan perdagangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, justru menyoroti pertumbuhan pesat transaksi pembayaran digital menggunakan Quick Response Indonesian Standard (QRIS).

Perry mengungkapkan bahwa volume transaksi QRIS mengalami lonjakan signifikan, mencapai 169,15% secara tahunan. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan jumlah pengguna dan pedagang yang mengadopsi sistem pembayaran digital ini.

Dalam konferensi pers terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan pada April 2025, Perry menjelaskan bahwa perkembangan pesat QRIS sejalan dengan kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital secara keseluruhan pada kuartal I 2025. Total transaksi pembayaran digital mencapai 10,76 miliar transaksi, tumbuh 33,50% secara tahunan, didukung oleh peningkatan di semua komponen.

"Volume transaksi aplikasi mobile dan internet juga terus meningkat, masing-masing sebesar 34,51% dan 18,89% secara tahunan," imbuhnya.

Menanggapi kritik AS, Perry menegaskan bahwa QRIS mengadopsi standar global yang juga diterapkan oleh banyak negara lain. Standar nasional kode QR ini, yang diluncurkan pada 17 Agustus 2019, dikembangkan bersama dengan industri dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).

"Ini adalah standar yang dibangun oleh industri, dengan panduan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, menjadi kesepakatan nasional yang selaras dengan kepentingan nasional," tegasnya.

Perry juga menekankan bahwa QRIS mendukung inklusi keuangan masyarakat dan telah terhubung dengan beberapa negara. "QR Indonesian Standard adalah standar versi Indonesia yang kami adopsi dari standar global," tegasnya.

Sebelumnya, Pemerintah Amerika Serikat mengkritik kebijakan QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang dibuat oleh Bank Indonesia. Kedua kebijakan ini dianggap sebagai hambatan perdagangan dan menjadi pertimbangan dalam negosiasi tarif resiprokal yang sedang berlangsung. Kritik ini tercantum dalam laporan National Trade Estimate (NTE) yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR).

USTR menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank, menyampaikan kekhawatiran terkait proses pembuatan kebijakan QRIS. Mereka menilai bahwa BI tidak memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan internasional untuk memberikan masukan, termasuk bagaimana sistem tersebut dirancang untuk berinteraksi dengan sistem pembayaran yang ada secara lancar.

Scroll to Top