Jakarta – Penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan menarik perhatian karena latar belakang pendidikannya. Ia menjadi Menteri Keuangan kedua di era reformasi dengan berlatar belakang teknik, mengikuti jejak Bambang Subianto, Menteri Keuangan pertama era reformasi. Keduanya adalah alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kemudian beralih ke bidang ekonomi.
Presiden RI sebelumnya cenderung menunjuk Menteri Keuangan dari kalangan ekonom atau ilmu sosial. Hanya B.J. Habibie dan Prabowo Subianto yang memilih insinyur untuk posisi tersebut.
Bambang Subianto memegang jabatan Menteri Keuangan pada masa krisis ekonomi tahun 1998. Saat itu, nilai tukar rupiah mencapai titik terendahnya, Rp 16.800 per dolar AS. Namun, ia berhasil membawa rupiah menguat hingga Rp 7.385 per dolar AS pada akhir masa jabatannya, bahkan sempat menyentuh Rp 6.550 per dolar AS.
Penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa mengingatkan pada penunjukan Bambang Subianto. Keduanya adalah insinyur yang ditunjuk saat kondisi ekonomi kurang baik dan setelah demonstrasi besar.
Pernyataan Purbaya yang ‘koboi’ di awal jabatannya mencuri perhatian. Gaya komunikasinya yang lugas dan apa adanya mencerminkan pemikiran yang ‘merdeka’ dan tanpa basa-basi, mengingatkan pada suasana kampus teknik di ITB.
Dalam rapat dengan Komisi XI DPR – RI, Purbaya mengakui bahwa demonstrasi besar disebabkan oleh tekanan ekonomi akibat kesalahan kebijakan fiskal dan moneter. Ia berpendapat bahwa likuiditas yang ketat tanpa kebijakan belanja yang tepat waktu menjadi penyebabnya.
Purbaya menekankan pentingnya peran sektor swasta dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Ia segera mengambil langkah dengan menyalurkan 200 triliun dana ke Bank Indonesia untuk lima bank Himbara, dengan tujuan meningkatkan likuiditas dan menggerakkan sektor riil.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah uang beredar dan kecepatan perputaran uang, sehingga mendorong output barang dan jasa, bukan hanya inflasi. Pengawasan ketat diperlukan agar dana tersebut disalurkan untuk pembiayaan modal kerja produktif, bukan konsumtif atau pembelian surat berharga.
Purbaya juga berkomitmen untuk menaikkan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) pada RAPBN 2026, mengingat banyak daerah kesulitan mencari pendapatan tambahan dengan anggaran TKD yang ada.
Kebijakan fiskal harus dirumuskan dengan memikirkan kepentingan rakyat secara luas. Dalam seminggu pertama menjabat, Purbaya telah memberikan ‘warna’ baru dengan langkah cepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Di tengah kondisi ekonomi yang tidak mudah, Menteri Keuangan harus bekerja secara profesional dan berani mengambil risiko, tanpa dipengaruhi kepentingan politik atau populis. Stabilitas ekonomi dan politik saling berkaitan.