Di tengah tensi yang meningkat di Timur Tengah, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, melakukan kunjungan ke Tembok Barat di Yerusalem bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Momen ini menjadi sorotan tajam karena terjadi setelah serangkaian aksi agresif Israel di kawasan tersebut, termasuk rencana perebutan Gaza dan serangan ke tujuh negara dalam kurun waktu kurang dari setahun.
Kunjungan tersebut, yang menampilkan Rubio dan Netanyahu mengagumi situs suci Yahudi, menempelkan doa di tembok, dan diperlihatkan kitab suci, dianggap sebagai representasi simbolis dari hubungan erat antara Washington dan Tel Aviv. Namun, kedekatan ini muncul saat hubungan AS dengan beberapa sekutunya di Timur Tengah memburuk, terutama dipicu oleh serangan Israel terhadap tokoh-tokoh Hamas di Qatar dan ekspansi permukiman ilegal di Tepi Barat.
Rubio dengan tegas menyatakan bahwa aliansi AS dengan Israel tetap kuat. Kendati demikian, ia menekankan urgensi untuk mengevaluasi dampak serangan Israel terhadap upaya Presiden Trump dalam membebaskan sandera yang ditawan oleh Hamas.
Sang Menteri Luar Negeri juga menggarisbawahi prioritas utama AS: melenyapkan kelompok militan dan mengakhiri konflik di Gaza. Dialog mendalam dengan Israel, menurutnya, akan krusial dalam menentukan strategi masa depan untuk mencapai stabilitas regional. Kunjungan ini, oleh karenanya, tidak hanya menjadi simbol dukungan, tetapi juga sinyal permintaan pertanggungjawaban dan perhitungan strategis di tengah situasi yang sangat kompleks.