Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., menyatakan tidak mempersalahkan warga yang melakukan demonstrasi terkait skandal korupsi proyek pengendalian banjir yang ternyata fiktif. Gelombang protes ini telah mewarnai ibu kota Manila dalam beberapa minggu terakhir, termasuk aksi unjuk rasa yang melibatkan ribuan mahasiswa dari Universitas Filipina.
Menjelang demonstrasi tahunan terkait deklarasi darurat militer tahun 1972 oleh ayah Marcos, yang diperkirakan akan menarik perhatian banyak orang, tentara Filipina telah disiagakan sebagai langkah preventif.
Dalam jumpa pers, Marcos Jr. mengakui bahwa kemarahan publik yang ditunjukkan dalam serangkaian aksi protes dapat dimengerti. "Menunjukkan kemarahan, kekecewaan, dan keinginan akan keadilan… Apa salahnya dengan itu? Saya tidak menyalahkan mereka," tegasnya.
Sebagai respons terhadap kemarahan publik, Marcos Jr. mengumumkan penunjukan mantan hakim Mahkamah Agung, Andres Reyes, sebagai ketua badan investigasi independen yang akan mengusut tuntas skandal korupsi proyek pengendalian banjir.
Marcos Jr. juga menegaskan komitmennya bahwa tidak ada yang kebal hukum, bahkan teman dan sekutu-sekutunya, termasuk sepupunya, Ketua DPR Filipina Martin Romualdez, yang namanya ikut terseret dalam skandal tersebut. Romualdez sendiri telah membantah keterlibatannya.
Skandal ini melibatkan sejumlah anggota parlemen Filipina yang dituduh menerima suap dari perusahaan konstruksi terkait proyek pengendalian banjir yang bermasalah.
Komisi yang dipimpin Reyes akan memiliki wewenang untuk menyelidiki proyek pengendalian banjir selama 10 tahun terakhir, termasuk menggelar sidang dan meninjau bukti. Namun, komisi ini tidak memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman secara sepihak.
Filipina memiliki catatan panjang kasus korupsi yang melibatkan dana publik, di mana politisi tingkat tinggi seringkali lolos dari hukuman berat meskipun terbukti bersalah.