Belakangan ini, opini dari seorang ekonom INDEF memicu perdebatan mengenai penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di bank umum. Tuduhan bahwa tindakan ini melanggar konstitusi dan sejumlah undang-undang perlu diluruskan demi menghindari informasi yang menyesatkan bagi masyarakat.
Argumen utama yang dilontarkan adalah perlunya persetujuan legislatif untuk penempatan dana, layaknya program APBN lainnya. Namun, pandangan ini kurang tepat.
Perlu dipahami, penempatan dana bukanlah pengeluaran atau belanja pemerintah. Belanja negara bersifat permanen, mengurangi kas negara secara langsung, dan memerlukan persetujuan DPR. Contohnya adalah pembayaran gaji pegawai, investasi modal, dan subsidi.
Sebaliknya, penempatan dana hanyalah memindahkan lokasi penyimpanan kas negara dari Bank Indonesia ke bank umum (Himbara). Dana tersebut tetap tercatat sebagai aset negara di Rekening Kas Umum Negara (RKUN), dapat ditarik sewaktu-waktu, dan tidak menambah program baru pemerintah.
Analogi sederhananya, ini seperti memindahkan tabungan dari satu bank ke bank lain untuk mendapatkan bunga yang lebih tinggi. Secara akuntansi dan hukum, tindakan ini sangat berbeda dengan menghabiskan uang untuk berbelanja.
Kritik terhadap kebijakan ini yang mengacu pada UU Perbendaharaan Negara juga tidak berdasar. Undang-undang tersebut justru memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk membuka rekening di bank umum dalam rangka penerimaan dan pengeluaran negara.
Selama dana yang ditempatkan tidak digunakan untuk membiayai program di luar APBN, tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi. Kebijakan ini juga diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), memastikan tata kelola keuangan negara yang baik.
Pernyataan bahwa kebijakan ini "spontan" juga tidak akurat. Data resmi Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa saldo kas pemerintah pada akhir Agustus 2025 berada di atas Rp 425 triliun, jauh melebihi batas aman kas negara yang sebesar Rp 200 triliun.
Penempatan dana di bank umum adalah bentuk manajemen kas yang bijaksana. Dana yang mengendap dapat menghasilkan bunga (PNBP) dan meningkatkan likuiditas perbankan untuk menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.
Kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan melemahkan institusi juga tidak beralasan. Sebaliknya, ini memperkuat peran Bendahara Umum Negara dalam mengelola kas secara aktif dan optimal, sesuai dengan praktik manajemen keuangan modern.
Dana yang ditempatkan tetap tercatat, diawasi, dan dapat ditarik kembali. Tidak ada dana yang "hilang" dari kas negara.
Kritik adalah bagian penting dari demokrasi, namun harus didasarkan pada data dan pemahaman hukum yang benar. Tuduhan bahwa penempatan dana pemerintah melanggar konstitusi atau UU APBN adalah keliru.
Penempatan kas di bank umum adalah kebijakan manajemen kas yang sah, transparan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi, bukan belanja baru yang memerlukan revisi undang-undang. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang akurat agar perdebatan kebijakan berlangsung berdasarkan fakta yang solid, bukan asumsi yang menyesatkan.