Serangan Militer AS di Venezuela Meningkatkan Ketegangan

Amerika Serikat melancarkan serangan militer ke Venezuela, atas perintah Presiden Donald Trump. Target serangan adalah sebuah kapal yang diduga milik Presiden Nicolas Maduro. Serangan ini menandai eskalasi ketegangan antara kedua negara.

Presiden Trump mengklaim bahwa kapal tersebut membawa narkoba ilegal dari Venezuela menuju AS. Dalam pernyataannya kepada media, Trump menyebutkan bahwa operasi tersebut menewaskan tiga orang. Ia juga menambahkan bahwa sejumlah besar kokain dan fentanil ditemukan mengapung di laut.

"Serangan ini mengakibatkan tiga teroris pria tewas dalam aksinya," tegas Trump. Ia juga memperingatkan, "JIKA ANDA MENGANGKUT NARKOBA YANG DAPAT MEMBUNUH WARGA AMERIKA, KAMI SEDANG MEMBURU ANDA!"

Ini adalah serangan kedua yang dilakukan AS dalam kurun waktu kurang dari dua minggu. Kebijakan Trump menggunakan kekuatan militer mematikan menandai perubahan signifikan. Sebelumnya, AS mengandalkan Penjaga Pantai dan penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan kapal. Namun, Trump bersikeras bahwa kartel narkoba harus dikategorikan sama dengan organisasi teroris asing, sehingga membuka jalan bagi penggunaan kekuatan militer yang mematikan.

Keputusan ini menuai kritik. Sejumlah pihak mempertanyakan justifikasi hukum tindakan tersebut dan menganggapnya sebagai potensi kejahatan perang.

Ketegangan antara AS dan Venezuela telah mencapai puncaknya dalam beberapa waktu terakhir. AS telah mengirimkan sejumlah kapal perang ke perairan dekat Venezuela untuk menekan Maduro, yang dituduh memimpin kartel perdagangan kokain. Bahkan, AS menawarkan hadiah US$50 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Maduro.

Maduro sendiri menuduh AS berupaya melakukan perubahan rezim di negaranya. Ia menyebut Menteri Luar Negeri AS sebagai "penguasa kematian dan perang" dan menyatakan bahwa Venezuela akan "sepenuhnya" menjalankan "hak sahnya untuk membela diri" terhadap "agresi AS".

Scroll to Top