Netanyahu: Israel Harus Bersiap Hadapi Boikot Ekonomi Akibat Konflik Gaza

TEL AVIV – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengeluarkan peringatan penting terkait masa depan ekonomi negaranya. Ia menekankan perlunya perubahan mendasar dalam struktur ekonomi Israel guna mengantisipasi dampak sanksi dan boikot yang semakin meluas. Pernyataan ini muncul di tengah eskalasi konflik militer yang melibatkan aneksasi Kota Gaza oleh Israel.

Dalam konferensi tahunan akuntan Kementerian Keuangan di Yerusalem, Netanyahu menyampaikan bahwa tekanan internasional yang meningkat akibat perang di Gaza mendorong Israel menuju kemandirian ekonomi.

"Kita harus semakin beradaptasi dengan ekonomi yang bersifat mandiri," tegasnya. "Saya adalah pendukung pasar bebas, dan saya telah berupaya membawa Israel menuju revolusi pasar bebas. Akan tetapi, kita mungkin akan menghadapi situasi di mana industri pertahanan kita terhambat."

Desakan dari aktivis pro-Palestina agar perusahaan asing memutuskan hubungan dengan Israel semakin gencar.

Pekan lalu, Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyerukan penangguhan perjanjian perdagangan bebas Uni Eropa dengan Israel, dengan alasan krisis kemanusiaan yang parah di Gaza. Konflik ini telah merenggut nyawa hampir 65.000 orang sejak tahun 2023.

Von der Leyen juga menuduh adanya "menteri ekstremis" dalam pemerintahan Netanyahu yang melakukan provokasi kekerasan terhadap warga Palestina.

Israel menerima bantuan militer dan keamanan dari Amerika Serikat sebesar USD3,3 miliar setiap tahunnya, di samping paket-paket tambahan yang disetujui oleh Kongres. Sejak tahun 1946, Washington telah memberikan bantuan sekitar USD310 miliar, sebagian besar dalam bentuk bantuan militer.

Pada tahun 2024, pengeluaran militer Israel melonjak menjadi sekitar 8,78% dari PDB, hampir dua kali lipat dari tingkat sebelum tahun 2023.

Baca juga: Komisi PBB Tegaskan Tindakan Israel di Gaza sebagai Genosida

Scroll to Top