Jakarta – Kebijakan pelarangan sekolah menyelenggarakan wisuda di Jawa Barat memicu perdebatan antara Gubernur Dedi Mulyadi dengan seorang siswa yang baru lulus dari SMAN 1 Cikarang Utara. Siswa tersebut juga merupakan korban penggusuran rumah di bantaran kali.
Siswa tersebut menyampaikan aspirasinya melalui kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelarangan wisuda. Ia merasa kehilangan momen kebersamaan dan interaksi terakhir dengan teman-teman sebelum kelulusan.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi menekankan bahwa kenangan masa sekolah tidak hanya terbatas pada acara perpisahan, melainkan juga meliputi seluruh proses belajar selama tiga tahun. Ia juga menyoroti bahwa penyelenggaraan wisuda di sekolah seringkali membebani orang tua, padahal pemerintah telah menggratiskan biaya sekolah.
Gubernur Dedi Mulyadi kemudian mengkritik siswa tersebut, mengingat latar belakang keluarganya yang kurang mampu. Ia berpendapat, seharusnya siswa tersebut lebih fokus mengkritik pemerintah terkait beban biaya sekolah dan masalah banjir, daripada mempermasalahkan ketiadaan wisuda.
Siswa tersebut menjelaskan bahwa tujuannya bukan untuk mengkritik, melainkan untuk menyampaikan aspirasi karena merasa tidak adil jika adiknya tidak bisa merasakan perpisahan sekolah.
Gubernur Dedi Mulyadi mempersilakan siswa untuk menyelenggarakan wisuda atau perpisahan secara mandiri, tanpa melibatkan pihak sekolah. Hal ini untuk menghindari potensi permasalahan dan tuduhan mencari keuntungan yang mungkin timbul jika sekolah terlibat. Ia juga menegaskan bahwa siswa harus bertanggung jawab penuh atas segala konsekuensi yang mungkin terjadi jika menyelenggarakan acara perpisahan sendiri.
Gubernur Dedi Mulyadi menekankan komitmennya untuk menjaga biaya pendidikan di Jawa Barat tetap terjangkau dan tidak membebani orang tua.