Jakarta – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengimbau masyarakat untuk tidak gegabah membuat kesimpulan terkait hilangnya tiga orang setelah aksi demonstrasi akhir Agustus lalu.
Menurut Pigai, ada kemungkinan ketiga orang tersebut bersembunyi akibat panik. "Tunggu dulu. Dalam situasi panik, orang cenderung menyembunyikan diri, lalu pihak tertentu menyatakan mereka hilang. Terlalu cepat untuk menyatakan seseorang hilang," ujarnya di Jakarta, Selasa (17/9), usai rapat pembahasan terkait UU 39/1999.
Kementerian HAM, lanjut Pigai, telah membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti kasus ini. "Mungkin mereka menjauhkan diri. Kita belum tahu pasti. Saya lebih memilih istilah ‘belum kelihatan’ daripada ‘hilang’. Mungkin mereka belum kembali ke rumah," tambahnya.
Pigai menyarankan agar rekaman CCTV di berbagai lokasi di Jakarta diperiksa sebagai bagian dari proses investigasi.
"Kepada teman-teman KontraS, saya harap memahami proses penyelidikan. Mari bersabar, kita bekerja bersama. Jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa mereka hilang, apalagi menggunakan istilah ‘hilang paksa’. Istilah ‘paksa’ mengindikasikan tindakan visual," tegasnya.
Sebelumnya, KontraS menerima 44 laporan orang hilang terkait demonstrasi akhir Agustus. Dari jumlah tersebut, 33 orang diklasifikasikan sebagai korban penghilangan paksa oleh negara.
Hingga saat ini, tiga orang masih belum ditemukan: Bima Permana Putra (lokasi terakhir di Glodok, Jakarta Barat), serta M. Farhan Hamid dan Reno Syahputeradewo (lokasi terakhir di Markas Brimob, Jakarta Pusat).