Isu hengkangnya LG Energy Solution dari proyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia senilai triliunan rupiah sempat menimbulkan kekhawatiran. Namun, berbagai pihak menegaskan bahwa pembangunan ekosistem ini akan terus berjalan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Widjaja Kamdani, menghimbau agar publik tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa industri baterai di Indonesia sedang terpuruk. Menurutnya, keputusan LG lebih disebabkan oleh perubahan strategi bisnis global, terutama imbas dari kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) di Amerika Serikat. Sebagai perusahaan global, LG perlu menyesuaikan investasinya dengan insentif yang ditawarkan oleh pemerintah AS untuk industri EV lokal.
Shinta menekankan bahwa ekosistem baterai Indonesia tetap menarik bagi investor. Buktinya, banyak investor, termasuk dari Korea Selatan, yang masih berminat untuk berinvestasi.
Menteri Investasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, juga meluruskan bahwa LG tidak sepenuhnya meninggalkan Indonesia. LG hanya menarik diri dari sebagian proyek dari kesepakatan awal. Kerja sama Indonesia dan LG sebenarnya terdiri dari empat proyek patungan, di mana salah satunya telah berhasil diselesaikan. Rosan juga mengungkapkan bahwa justru pemerintah Indonesia yang menghentikan negosiasi dengan LG karena prosesnya memakan waktu terlalu lama, sementara Indonesia ingin pengembangan ekosistem baterai berjalan lebih cepat.
Proyek pembangunan ekosistem baterai akan tetap berlanjut dengan kepemimpinan konsorsium yang beralih ke Huayou, perusahaan asal China yang telah lama berinvestasi di Indonesia. Nilai investasi tetap sebesar triliunan rupiah. Indonesia Battery Corporation (IBC) dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) juga tetap menjadi bagian dari konsorsium.