Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari berbagai organisasi seperti TPDI, IPW, dan Perekat, telah menyampaikan aduan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah dan JPU M. Nurachman Adikusumo.
Ronald Loblobly, Koordinator Koalisi Sipil Anti Korupsi, mengungkapkan bahwa aduan ini berkaitan dengan surat dakwaan terhadap mantan pejabat MA, Zarof Ricar. Koalisi menilai adanya upaya memutarbalikkan proses hukum dengan hanya menjerat Zarof Ricar dengan pasal gratifikasi, padahal ditemukan barang bukti berupa uang tunai Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas.
"Ini adalah strategi penyimpangan penegakan hukum, sekaligus modus untuk menghalangi penyidikan," tegas Ronald di depan ruang Jamwas Kejagung.
Menurut Koalisi, Jampidsus seharusnya memerintahkan JPU untuk mengenakan pasal suap dan/atau TPPU terhadap Zarof Ricar. Tindakan ini dianggap sebagai kejahatan serius yang diduga bertujuan untuk melindungi pemberi suap dan hakim yang terlibat. Bahkan, Koalisi menduga ada kepentingan untuk "menyandera" pimpinan MA agar dapat dikendalikan dalam kasus korupsi tertentu.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menyoroti pentingnya mengetahui peran Zarof Ricar dalam tindak pidana tersebut. Ia mempertanyakan apakah Zarof Ricar berperan sebagai pelaku utama, peserta, penggerak, penyuruh, atau hanya sebagai pembantu. Menurutnya, dakwaan harus dirumuskan secara jelas agar tidak menimbulkan kerancuan.
Sugeng menilai tidak masuk akal jika barang bukti dengan nomor perkara dan kode tertentu hanya diklasifikasikan sebagai gratifikasi. Seharusnya, hal ini dianggap sebagai suap karena pemberian tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi hakim atau putusan.
Ia juga menambahkan, mengingat jabatan Zarof Ricar yang bukan hakim, tidak logis jika uang dan emas tersebut diberikan kepadanya. "Karena bukan seorang hakim, maka tidak ada kewenangan untuk memutus atau mengadili perkara," jelas Sugeng.
Menanggapi hal ini, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pihaknya baru mengetahui pelaporan tersebut dari media. Meskipun demikian, Kejagung menghormati segala bentuk kritik.
"Kami sangat menghormati setiap apapun yang disampaikan oleh kelompok-kelompok dari masyarakat, dari media, bahkan terhadap hal-hal yang kritik terhadap kami. Saya kira kami akan terus terbuka," ujarnya.
Harli menambahkan bahwa pihaknya akan melihat laporan tersebut terlebih dahulu dan mempertimbangkan urgensinya sebelum memberikan respons lebih lanjut.