Prabowo Rangkul Generasi Orde Baru dan ‘Orang Lama’: Apa Artinya Bagi Reformasi dan HAM?

Presiden Prabowo Subianto kembali menarik perhatian publik dengan mengangkat sejumlah tokoh eks-militer era Orde Baru ke dalam pemerintahan. Langkah ini memicu berbagai pertanyaan, terutama mengenai komitmen pemerintah terhadap reformasi sektor hukum dan politik, serta penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Terbaru, Prabowo menunjuk purnawirawan TNI, Djamari Chaniago, sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam). Djamari, yang merupakan senior Prabowo di AKABRI, pernah menjadi sekretaris Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang merekomendasikan pemecatan Prabowo dari ketentaraan pada 1998.

Pengamat menilai, langkah Prabowo ini sebagai upaya untuk membangun pemerintahan yang solid dengan orang-orang yang memiliki "bahasa yang sama." Namun, bagi pegiat HAM dan keluarga korban pelanggaran HAM 1998, penunjukan Djamari justru mencerminkan ketidakseriusan pemerintah dalam mereformasi sektor hukum dan politik. Mereka juga menilai langkah ini sebagai bentuk "cuci tangan" atas kesalahan Prabowo di masa lampau.

Mengapa Prabowo Memilih Djamari Chaniago?

Prabowo dikenal memiliki kecenderungan untuk mengisi lingkaran terdekatnya dengan orang-orang yang ia kenal dan dekat sejak lama. Kedekatan ini biasanya berakar pada kesamaan operasi militer, penugasan masa lampau, atau kedekatan angkatan.

Peneliti dari ISEAS – Yusof Ishak Singapura, Made Supriatma, menambahkan bahwa Prabowo dan Djamari berhubungan karib sejak lama. Penempatan Djamari di DKP pada 1998, disebut Made sebagai upaya menyeimbangkan komposisi perwira tinggi TNI di badan ad-hoc tersebut.

Siapa Saja ‘Orang Dekat’ yang Masuk ke Lingkaran Kekuasaan Prabowo?

Selain Djamari dan Sjafrie Sjamsoeddin (Menteri Pertahanan), sejumlah orang dari latar belakang militer telah ditempatkan Prabowo di lingkaran kekuasaannya. Di antaranya Wiranto (Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan), Luhut Binsar Pandjaitan (Ketua Dewan Ekonomi Nasional), Muhammad Herindra (Kepala Badan Intelijen Negara), Djaka Budi Utama (Dirjen Bea Cukai), dan Dadang Hendra Yudha (Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan di Badan Gizi Nasional).

Tak hanya tentara senior, Prabowo juga mengelilingi dirinya dengan sekelompok generasi muda yang ia percaya, seperti Sugiono (Menteri Luar Negeri), Teddy Indra Wijaya (Sekretaris Kabinet), dan Angga Raka Prabowo (Kepala Badan Komunikasi Presiden).

Bagaimana Komentar Pegiat dan Keluarga Korban Pelanggaran HAM?

Direktur Ekskutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai memaraknya eks-tentara di pemerintahan sebagai wujud persepsi keliru Prabowo yang menilai militer lebih baik dari sipil. Ia pun menyebut fenomena itu sebagai pengingkaran terhadap mandat reformasi yang telah memisahkan secara tegas ruang sipil dan militer.

Kecaman lebih keras disuarakan Sumarsih, keluarga korban pelanggaran HAM 1998. Ia menyebut sikap Prabowo yang melantik Djamari sebagai upaya "memutihkan diri" atas kejahatan masa lalu. Ia pun menilai pengungkapan pelanggaran HAM, termasuk Semanggi I, akan semakin sulit diselesaikan.

Langkah Prabowo merangkul "orang lama" dan generasi Orde Baru ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai arah reformasi dan penegakan HAM di Indonesia. Apakah ini pertanda kemunduran, atau justru strategi untuk membangun pemerintahan yang kuat dan solid? Waktu yang akan menjawab.

Scroll to Top