Jaksa Pengacara Negara (JPN) tidak lagi mendampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam persidangan gugatan perdata terkait isu ijazah SMA yang diajukan oleh seorang warga bernama Subhan. Kejaksaan Agung memberikan penjelasan terkait hal ini.
Awalnya, JPN hadir mewakili Gibran pada sidang pertama karena Jaksa Agung menerima surat kuasa khusus untuk mewakili Gibran dalam perkara ini. Surat gugatan tersebut dialamatkan ke Sekretariat Wakil Presiden, yang merupakan bagian dari institusi negara, sehingga memungkinkan JPN untuk bertindak sebagai perwakilan.
Namun, dalam sidang perdana, penggugat menyatakan bahwa gugatan ditujukan kepada Gibran secara pribadi, bukan dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden. Majelis Hakim berpendapat bahwa karena gugatan bersifat pribadi, maka JPN tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mewakili Gibran.
Oleh karena itu, Kejaksaan Agung telah melaporkan situasi ini, dan pada sidang berikutnya, Gibran akan diwakili oleh penasihat hukum yang berbeda, bukan lagi dari kejaksaan.
Sebelumnya, JPN memang hadir dalam sidang perdana gugatan perdata terkait ijazah SMA yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Penggugat meminta majelis hakim untuk menyatakan bahwa Gibran tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029. Penggugat berpendapat bahwa Gibran tidak pernah mengenyam pendidikan SMA atau sederajat yang diakui oleh hukum RI, sehingga tidak memenuhi persyaratan pendaftaran sebagai cawapres pada Pilpres lalu.
Selain itu, penggugat juga menuntut Gibran dan KPU untuk membayar ganti rugi materiil dan imateriil sebesar Rp 125 triliun, yang akan disetorkan ke kas negara.
Pada sidang perdana, yang agendanya adalah pemeriksaan legal standing, penggugat menyatakan keberatan atas kehadiran JPN karena gugatan tersebut ditujukan kepada Gibran secara pribadi. Majelis hakim memahami keberatan ini dan menyatakan bahwa pihak Gibran dianggap tidak hadir, sehingga persidangan ditunda.
Adapun petitum gugatan tersebut adalah:
- Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
- Menyatakan tergugat I dan II telah melakukan perbuatan melawan hukum.
- Menyatakan tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden RI periode 2024-2029.
- Menghukum para tergugat membayar kerugian materiil dan immateriil sebesar Rp 125.000.010.000.000 kepada penggugat dan seluruh warga negara Indonesia, yang akan disetorkan ke kas negara.
- Menyatakan putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad).
- Menghukum para tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100.000.000 setiap hari atas keterlambatan melaksanakan putusan.
- Menghukum para tergugat membayar biaya perkara.