Wanda Hamidah: Alasan Kuat di Balik Misi Kemanusiaan ke Gaza, Bukan Sekadar Simbolis!

JAKARTA – Wanda Hamidah, seorang tokoh publik terkemuka, mengungkapkan alasan mendalam yang mendorongnya untuk bergabung dengan misi Global Sumud Flotilla menuju Gaza, Palestina. Keberangkatannya bukan sekadar aksi simbolis, melainkan wujud nyata perlawanan terhadap genosida yang menimpa rakyat Palestina.

Menurut Wanda, keputusan untuk berlayar ke Gaza adalah bentuk penolakan terhadap sikap bungkam dunia atas tragedi kemanusiaan yang merenggut ribuan nyawa.

"Kenapa saya ingin pergi ke Gaza? Sederhana saja. Saya tidak tahan melihat warga Palestina dibantai secara brutal setiap hari oleh zionis, dari bayi hingga lansia, bahkan yang masih dalam kandungan," ungkap Wanda.

Tekad Kuat Wanda Hamidah untuk Palestina

Pesan Menyentuh Hati Seorang Ibu

Sebagai seorang ibu dari empat anak, Wanda Hamidah merasakan empati mendalam terhadap penderitaan rakyat Palestina. Baginya, kehilangan yang dirasakan keluarga Palestina sama halnya dengan kehilangan anak atau orang terdekat secara tragis.

"Saya seorang ibu, seorang anak perempuan, seorang saudara perempuan, seorang teman baik. Saya tidak bisa membayangkan hidup tanpa mereka," jelasnya. "Begitu pula dengan warga Gaza. Mereka berhak hidup layaknya manusia seperti kita."

Menolak Normalisasi Genosida

Wanda Hamidah mengecam sikap sebagian pihak yang seolah mengabaikan tragedi kemanusiaan di Palestina. Membiarkan kekejaman terus berlanjut sama saja dengan menormalisasi kejahatan perang yang dilakukan oleh zionis.

"Jika kita tidak berbuat apa-apa terhadap genosida yang terjadi di depan mata kita, saya merasa seperti kita menormalisasi pembunuhan brutal ini. Pembunuhan keji, kejahatan kemanusiaan yang tak terbayangkan oleh zionis," tegasnya. "Ketika kita mulai menormalisasi perilaku monster zionis, saya merasa seperti sampah. Saya merasa tidak berguna. Saya merasa hidup ini tidak berarti lagi."

Hidup Tidak Lagi Sama

Bagi Wanda Hamidah, hidup tidak lagi bisa dianggap normal jika genosida di Gaza terus dibiarkan tanpa perlawanan. Tragedi kemanusiaan tidak boleh dianggap sebagai rutinitas biasa, apalagi hanya menjadi tontonan pasif di tengah kehidupan sehari-hari.

"Hidup saya tidak bisa normal lagi. Anda tidak bisa menjadikan genosida sebagai ‘bisnis seperti biasa’ seperti Anda menonton genosida, Anda makan, menonton, Anda tidur, menonton, Anda arisan, menonton, Anda bermain padel. Anda tidak bisa," ungkapnya dengan nada prihatin.

Doa dan Harapan di Tengah Perjalanan

Dalam perjalanannya menuju Gaza, Wanda Hamidah memanjatkan doa agar pelayaran yang ia tempuh bersama ratusan aktivis dunia mendapat perlindungan dan kemudahan dari Tuhan. Misi ini bukan hanya perjuangan manusia, tetapi juga bagian dari keimanan dan keteguhan hati.

"Semoga Allah menundukkan lautan, angin, matahari, bintang, bulan dalam pelayaran ini dan memudahkan perjalanan kami," ucapnya penuh harap. "Semoga Allah melindungi kami seperti Allah melindungi Nabi Musa AS dari pasukan Fir’aun. Semoga Allah memberikan keteguhan dan ketenangan dalam hati kami. Sejatinya tiada kekuatan, daya dan upaya kami melainkan dari Mu ya Allah, hanya dari Mu ya Allah."

Wanda Hamidah bertolak menuju Gaza pada 16 September 2025 menggunakan kapal bernama Kaiser dari Pelabuhan Sidi Bou Said, Tunisia. Ia berangkat bersama aktivis dari Aljazair dan Tunisia setelah menunggu lebih dari dua minggu akibat sulitnya persiapan logistik dan ancaman keamanan.

Misi Global Sumud Flotilla

Kehadiran Wanda Hamidah dalam misi Global Sumud Flotilla bukan hanya sebagai aktivis kemanusiaan, melainkan juga representasi Indonesia di panggung internasional. Ia menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia sekaligus perempuan dalam rombongan tersebut.

Keikutsertaannya bertujuan untuk menembus blokade dan menyalurkan bantuan kemanusiaan langsung ke Gaza. Wanda Hamidah menegaskan bahwa perjuangan ini adalah bentuk nyata solidaritas internasional, sekaligus suara yang menolak kebungkaman dunia atas tragedi kemanusiaan yang terus terjadi.

Scroll to Top