Jakarta – Mayoritas mata uang Asia tumbang di hadapan Dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan ini. Ironisnya, pelemahan ini justru terjadi setelah Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), mengambil kebijakan.
Nilai tukar Rupiah menutup perdagangan pekan ini dengan penurunan yang signifikan. Mata uang Garuda menyerah pada kekuatan Dolar AS, terperosok 0,52% ke level Rp16.585 per Dolar AS. Kemerosotan ini melanjutkan tren negatif sejak hari sebelumnya. Level ini menjadi yang terlemah sejak pertengahan Mei 2025.
Secara mingguan, Rupiah anjlok 1,28%, mematahkan tren positif yang sempat berlangsung selama dua minggu berturut-turut.
Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menilai pelemahan Rupiah kali ini lebih disebabkan oleh interpretasi pasar terhadap sikap The Fed, bukan semata-mata karena pemangkasan suku bunga. Pasar menilai pesan dari rapat The Fed terlalu hati-hati sehingga meningkatkan permintaan terhadap Dolar AS.
Faktor domestik juga turut berkontribusi pada pelemahan Rupiah. Ekonom Mirae Asset Sekuritas, Rully Wisnubroto, menyoroti adanya arus modal asing keluar pasca reshuffle kabinet, terutama penggantian Menteri Keuangan. Muncul kekhawatiran terhadap independensi Bank Indonesia (BI) karena agresif melonggarkan kebijakan moneter.
Mata Uang Asia Berjatuhan
Selain Rupiah, mayoritas mata uang Asia juga mengalami penurunan pada pekan ini. Rupiah menjadi yang terparah. Mata uang negara tetangga seperti Baht Thailand, Yuan China, Yen Jepang, hingga Won Korea turut melemah.
Di sisi lain, Peso berhasil menguat tajam 0,3% dan Rupee akhirnya bangkit dengan kenaikan 0,21%. Namun, penguatan Rupee ini terjadi setelah sempat menyentuh level terendah dalam intraday.
Tekanan terhadap mata uang Asia semakin terasa setelah keputusan The Fed yang memicu penguatan Dolar AS. The Fed memang memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4,00-4,25%, namun justru menunjukkan sikap yang lebih hawkish untuk tahun depan.
Pemangkasan suku bunga ini adalah yang pertama di tahun ini, dan The Fed masih memberi sinyal potensi pemangkasan suku bunga lanjutan.
Namun, proyeksi ekonomi dan suku bunga The Fed dalam pertemuan September 2025 menunjukkan sikap yang lebih hawkish untuk tahun 2026 dibandingkan proyeksi sebelumnya.
Ketua The Fed, Jerome Powell, menyebut penurunan suku bunga bulan ini sebagai pemangkasan berbasis manajemen risiko. Komentar ini mengindikasikan bahwa langkah tersebut lebih merupakan tindakan pencegahan jika ekonomi melambat drastis, yang justru mengecewakan pasar.
Akibatnya, indeks dolar, yang sempat menyentuh level terendah pada hari keputusan The Fed, kembali menguat dan menutup pekan ini di level tertinggi sejak awal September.