Indonesia, yang terletak di kawasan "Cincin Api Pasifik," memiliki risiko tinggi terhadap gempa bumi. Bencana gempa Lombok tahun 2018 menjadi bukti nyata betapa rentannya infrastruktur kita, menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar dan kerusakan masif. Peristiwa ini menegaskan bahwa membangun konstruksi tahan gempa bukan sekadar opsi tambahan, melainkan kebutuhan mendesak yang tak bisa ditawar.
Urgensi ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang utama:
1. Pelajaran Berharga dari Rekonstruksi Pascabencana
Proses rekonstruksi pascagempa di Lombok Utara memberikan banyak pelajaran berharga. Meskipun ada kemajuan dalam efisiensi penggunaan material dan pelestarian lahan pertanian, penelitian menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang harus diatasi. Partisipasi masyarakat yang belum optimal, minimnya pemanfaatan material daur ulang, dan pengelolaan limbah konstruksi yang belum memadai, memperlambat proses pemulihan. Rekonstruksi pascabencana sangat kompleks, mahal, dan menguras sumber daya.
2. Ancaman Gempa yang Sulit Diprediksi
Indonesia seringkali dihantam gempa yang sulit diprediksi. Kita harus siap dengan segala kemungkinan. Investasi pada konstruksi tahan gempa adalah bentuk mitigasi yang paling efektif untuk mengurangi risiko kerugian jiwa dan harta benda.
3. Teknologi sebagai Solusi
Teknologi konstruksi terus berkembang pesat, menawarkan berbagai solusi inovatif untuk membangun struktur yang lebih kuat dan tahan gempa. Penerapan teknologi ini dalam setiap proyek pembangunan akan membantu kita mengurangi dampak bencana alam.
Prinsip "Membangun Kembali dengan Lebih Baik" (Build Back Better) seharusnya menjadi landasan dalam setiap proses pembangunan, bukan hanya slogan saat bencana melanda. Lebih efektif dan efisien untuk berinvestasi dalam struktur yang tangguh sejak awal daripada menanggung biaya sosial, ekonomi, dan lingkungan yang jauh lebih besar akibat kerusakan masif. Konstruksi tahan gempa adalah investasi untuk masa depan Indonesia yang lebih aman.