Malaria dan demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi momok kesehatan utama di wilayah tropis, termasuk Indonesia dan Malaysia. Untuk mengatasi masalah ini, para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara (USU), dan Universiti Malaya bersatu menggelar webinar bertajuk "Combating Malaria and Dengue: Innovations and Strategies" pada Rabu, 17 September 2025.
Acara daring ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Nyamuk Sedunia 2025 yang jatuh pada 20 Agustus 2025. Lebih dari 600 peserta hadir, termasuk perwakilan dari WHO Indonesia, National University of Singapore, Monash University Indonesia, Kementerian Kesehatan RI, dan Kementerian Kesehatan Malaysia.
Wakil Dekan FK-KMK UGM, Prof. Dr. dr. Lina Choridah, Sp.Rad(K), menyatakan bahwa acara ini menjadi wadah penting untuk berbagi strategi dan teknologi terbaru dalam pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.
Fokus Utama Kerja Sama
Sesi pertama webinar menyoroti tantangan eliminasi malaria di Indonesia yang belum banyak berubah dalam satu dekade terakhir. Salah satu kendala utama adalah malaria zoonotik, penularan malaria dari hewan primata ke manusia, yang menghambat pencapaian target eliminasi malaria pada tahun 2030. Para ahli menekankan pentingnya strategi ganda, termasuk pengendalian nyamuk, diagnosis dan pengobatan yang tepat, serta pemanfaatan vaksin.
Sesi berikutnya membahas inovasi baru untuk melawan DBD, termasuk penerapan teknologi Wolbachia di Yogyakarta yang terbukti efektif menekan kasus. Program ini telah diperluas ke lima kota lain oleh Kementerian Kesehatan RI sejak 2023. Selain itu, Universiti Malaya memaparkan potensi penggunaan Streptomyces sebagai insektisida alami. Kementerian Kesehatan RI juga menemukan indikasi penularan dengue pada malam hari, yang menuntut evaluasi ulang terhadap metode pemantauan nyamuk.
Penggunaan teknologi dalam memantau berbagai penyakit menjadi sorotan pada sesi ketiga. Para ahli menjelaskan bahwa perubahan lingkungan, seperti penebangan hutan, menciptakan habitat baru bagi nyamuk, yang berdampak pada peningkatan kasus dengue di daerah pinggir hutan Malaysia. Pemodelan penyakit dengan kecerdasan buatan (AI) dinilai dapat membantu mendeteksi wabah lebih cepat dan meningkatkan kesiapsiagaan.
Sesi terakhir menekankan peran masyarakat dan pentingnya kerja sama lintas sektor. Di Indonesia, penguatan pemantauan penyakit dilakukan melalui program SILANTOR 2.0, rebranding PSN 3M Plus, serta gerakan Kampung Bebas Jentik. Program "Satu Rumah Satu Jumantik" melibatkan kader kesehatan untuk memantau jentik nyamuk di rumah warga. Kementerian Kesehatan Malaysia berbagi pengalaman menerapkan strategi nasional yang berlandaskan bukti ilmiah, kerja sama antarinstansi, dan partisipasi aktif masyarakat.
Kolaborasi Indonesia–Malaysia dalam webinar ini dipandang sebagai langkah penting untuk memperkuat pertukaran pengalaman dan teknologi. Kedua negara menegaskan komitmen untuk mencapai target eliminasi malaria 2030 dan menekan beban dengue melalui inovasi berkelanjutan.