Perjuangan Seorang Ibu Merawat Suami dengan Alzheimer di Usia Muda

Merawat anggota keluarga tercinta yang berjuang melawan demensia adalah sebuah tantangan yang berat. Sulistiyah, seorang ibu rumah tangga berusia 52 tahun di Jakarta, telah membuktikan ketangguhannya sebagai pendamping hidup bagi suaminya, Arif Permana, sejak delapan tahun lalu.

Arif didiagnosis menderita Alzheimer pada usia 47 tahun, usia yang relatif muda untuk penyakit ini. Awalnya, Arif yang berprofesi sebagai wartawan dan konsultan media, menunjukkan gejala sering lupa. Ia mulai melupakan percakapannya sendiri, tempat parkir mobil, bahkan arah pulang ke rumah.

"Awalnya saya anggap biasa saja, tapi lama kelamaan suami saya semakin sering lupa. Bahkan pernah lupa alamat rumah," ujar Sulis. Ia menduga gaya hidup tidak sehat di masa lalu menjadi pemicu penyakit Alzheimer yang diderita suaminya. Kebiasaan begadang dan pola kerja yang tidak teratur saat menjadi wartawan diyakini Sulis berdampak pada regenerasi sel otaknya.

Kini, Arif dalam kondisi terbaring dan sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Perjalanan penyakit Arif terbilang cepat. Sulis harus membantu Arif untuk makan, mandi, dan semua kebutuhan dasarnya.

Pada awalnya, Sulis berusaha merawat suaminya seorang diri, namun mengurus rumah tangga, membesarkan tiga anak, dan menjadi pendamping bagi suami bukanlah tugas yang mudah. Puncaknya terjadi ketika Arif mengalami kondisi kritis akibat tidak berhenti makan meskipun sudah kenyang, hingga makanan masuk ke paru-paru. Arif harus dirawat di ICU dan dipasang ventilator.

Setelah kejadian tersebut, Sulis menyadari pentingnya bantuan profesional. Ia mulai melibatkan tenaga home care secara rutin untuk membantu perawatan harian. "Saya harus realistis. Ada kondisi yang tidak bisa saya tangani sendiri. Sekarang, kalau ada apa-apa, saya bisa langsung menghubungi perawat," katanya.

Saat Arif pertama kali didiagnosis, ketiga anak mereka masih berusia sangat muda. Perubahan drastis yang dialami ayah mereka membuat anak-anak takut dan bingung. Sulis harus membawa anak-anaknya ke psikolog.

Seiring waktu, Sulis mengedukasi anak-anaknya tentang kondisi medis yang memengaruhi fungsi otak ayah mereka. Kini, anak-anaknya telah beranjak remaja dan mulai ikut berperan dalam merawat ayah mereka. Bagi Sulis, anak-anaknya adalah alasan utama ia tetap kuat menjalani hidup. "Kalau bukan karena anak-anak, saya mungkin sudah menyerah dari dulu. Mereka alasan saya kuat. Saya harus kuat karena mereka butuh saya," kata Sulis.

Selain dukungan keluarga, Sulis juga aktif di komunitas Alzheimer’s Indonesia (ALZI), yang menurutnya sangat membantu secara emosional. Di sana, ia bertemu dengan banyak pendamping lain yang menghadapi situasi serupa. Ia merasa tidak sendirian dan belajar banyak tentang cara merawat dan menjaga kesehatan mental.

Scroll to Top