Pemerintahan mantan Presiden Donald Trump mengenakan biaya tambahan fantastis, lebih dari Rp1,6 miliar, untuk pengajuan visa H-1B bagi tenaga kerja asing di Amerika Serikat (AS). Kebijakan ini dipandang sebagai upaya untuk membatasi perusahaan teknologi AS dalam merekrut talenta dari luar negeri.
Langkah kontroversial ini tertuang dalam perintah eksekutif yang dikeluarkan Trump. Bersamaan dengan itu, Trump juga menggagas "kartu emas" bagi investor asing kaya yang bersedia membayar USD1 juta demi izin tinggal di AS, sebagai bagian dari perombakan sistem imigrasi.
Visa H-1B populer di kalangan raksasa teknologi seperti Tesla, Google, dan Amazon untuk mendatangkan tenaga ahli, terutama dari India, guna mengisi posisi strategis di bidang pengembangan perangkat lunak dan lainnya.
Sebelumnya, perusahaan yang merekrut pekerja asing umumnya dikenakan biaya USD5.000 untuk pengajuan visa, belum termasuk biaya pengacara. Namun, perintah eksekutif Trump menetapkan tambahan biaya USD100.000 yang harus dibayarkan perusahaan agar aplikasi visa pekerja asingnya diproses.
Kebijakan ini berpotensi menyebabkan eksodus pekerja asing dari AS, karena berlaku untuk perpanjangan visa maupun pengajuan baru. Saat ini, terdapat sekitar 700.000 pemegang visa H-1B di AS, banyak di antaranya sedang dalam proses panjang untuk mendapatkan green card.
Dalam perintah eksekutif tersebut, Trump menyindir sejumlah perusahaan teknologi yang menyetujui pekerja bervisa H-1B namun melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), meskipun nama perusahaan tidak disebutkan secara eksplisit.
Elon Musk, CEO Tesla, yang sebelumnya vokal mendukung visa H-1B, bahkan bersumpah untuk "berperang" terkait isu ini. Ia berpendapat bahwa program tersebut mengisi kesenjangan talenta di perusahaan-perusahaan Amerika dan menjaga daya saing mereka.
Meskipun awalnya diumumkan sebagai biaya tahunan, Gedung Putih kemudian mengklarifikasi bahwa biaya USD100.000 tersebut merupakan pembayaran "satu kali" yang hanya dikenakan pada pemohon visa H-1B baru. "Ini bukan biaya tahunan. Ini biaya sekali bayar yang berlaku…hanya untuk visa baru, bukan perpanjangan, dan bukan untuk pemegang visa saat ini," tegas Sekretaris Pers Gedung Putih saat itu.