Banjir dahsyat yang melanda Filipina telah memicu kemarahan publik yang meluas, mengungkap dugaan korupsi antara pejabat pemerintah dan kontraktor. Warga Filipina merasa dikhianati karena uang pajak mereka diduga dinikmati oleh para politisi korup.
Crissa Tolentino, seorang guru sekolah negeri, adalah salah satu dari jutaan warga Filipina yang merasakan dampak langsung dari banjir. Hampir setiap hari, ia harus menggunakan perahu untuk pergi ke sekolah dan klinik karena jalanan selalu terendam banjir. Kesabarannya habis setelah mengetahui bahwa uang pajaknya yang seharusnya digunakan untuk infrastruktur pengendalian banjir, justru dikorupsi.
Kemarahan warga Filipina meluap di media sosial, menargetkan anggota parlemen dan kontraktor yang dituduh terlibat dalam proyek "hantu" yang tidak pernah terwujud. Presiden Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr. bahkan mengakui adanya bendungan pengendali banjir yang ternyata fiktif. Menteri perencanaan ekonomi mengakui bahwa sebagian besar anggaran proyek pengendalian banjir dikorupsi.
Dua pejabat tinggi di parlemen Filipina mengundurkan diri setelah terseret dalam skandal ini. Rakyat Filipina mengekspresikan kemarahan mereka dengan membuat video AI yang menggambarkan anggota parlemen sebagai buaya, simbol keserakahan. Kemarahan juga diarahkan pada "nepo babies", anak-anak pejabat atau kontraktor kaya yang gemar memamerkan gaya hidup mewah mereka di media sosial.
Sebagai respons terhadap situasi ini, demonstrasi besar anti-korupsi telah direncanakan. Presiden Marcos Jr. mengumumkan penyelidikan untuk mengungkap para pelaku korupsi dan menjanjikan bantuan bagi para korban banjir. Ia juga menyalahkan politisi korup dan perusahaan konstruksi atas minimnya infrastruktur.
Penyelidikan difokuskan pada 15 perusahaan yang ditunjuk untuk membangun proyek penanganan banjir senilai triliunan rupiah. Salah satu perusahaan yang menjadi sorotan adalah milik pasangan Pacifico dan Sarah Discaya, yang dulunya berasal dari keluarga miskin namun kini menjadi pengusaha kaya raya. Video wawancara mereka yang memamerkan koleksi mobil mewah mereka menjadi sasaran kemarahan publik.
Keluarga Discaya dipanggil oleh Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk diselidiki, dan perusahaan mereka dimasukkan ke dalam daftar hitam. Dalam rapat dengar pendapat di parlemen, Discaya mengaku telah memberi suap kepada anggota parlemen.
Internet Filipina juga menargetkan anak-anak politisi dan kontraktor yang diduga menyalahgunakan dana, menjuluki mereka dengan tagar "nepo babies". Gaya hidup mewah mereka di media sosial memicu komentar sarkastik tentang bagaimana mereka harus berterima kasih kepada para pembayar pajak.
Di tengah banjir yang tak kunjung surut, sebagian warga Filipina berusaha mencari peluang bisnis. Rhens Rafael Galang, seorang peneliti pemerintahan, menjual baju terusan yang dijahit dengan sepatu bot di dalamnya melalui TikTok.
Skandal korupsi ini mengingatkan pada masa lalu Filipina, ketika para legislator dituduh mengantongi miliaran peso dari anggaran diskresi untuk proyek fiktif. Anggota kongres, Leila de Lima, khawatir skala korupsi saat ini telah membesar, dari puluhan miliar menjadi ratusan miliar.