Jakarta, CNN Indonesia – Mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan penjelasan mengenai debatnya dengan seorang remaja perempuan bernama Aura Cinta terkait kebijakannya melarang acara perpisahan sekolah. Aura sendiri merupakan alumni dari SMAN 1 Cikarang.
Rekaman perdebatan tersebut sebelumnya diunggah di kanal YouTube pribadi Dedi Mulyadi dan cuplikan videonya tersebar luas di media sosial.
Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa dialognya dengan Aura mencerminkan pandangan tentang masa depan generasi muda. Ia juga menekankan bahwa Aura, dengan usianya yang mendekati 20 tahun, sudah termasuk kategori dewasa.
"Dialog saya dengan Aura adalah representasi keinginan untuk menggambarkan masa depan anak-anak kita. Aura bukan lagi remaja, menurut saya dia sudah dewasa karena usianya hampir 20 tahun," ungkap Dedi melalui video yang diunggah di akun Instagramnya, Selasa (29/4).
Dedi Mulyadi menambahkan bahwa Aura telah lulus SMA sejak setahun lalu dan saat ini aktif sebagai bintang iklan. Hal ini mengkonfirmasi spekulasi netizen yang sempat ramai setelah video perdebatan tersebut beredar.
"Dia sudah menjadi bintang iklan dan mandiri secara finansial. Jadi, tidak bisa lagi dikategorikan sebagai remaja, apalagi anak-anak," tegas Dedi.
Dalam perdebatan tersebut, Dedi Mulyadi berpendapat bahwa acara wisuda atau perpisahan sekolah memberatkan orang tua karena biaya yang harus dikeluarkan. Menurutnya, tanpa acara perpisahan pun, siswa tidak akan kehilangan kenangan.
Dedi Mulyadi beranggapan bahwa kenangan indah di masa sekolah tidak hanya tercipta saat perpisahan, tetapi juga selama proses belajar mengajar selama tiga tahun.
"Apakah tanpa perpisahan lantas kehilangan kenangan? Kenangan indah itu justru tercipta saat proses belajar selama tiga tahun," ujar Dedi dalam video di kanal YouTube pribadinya.
Sementara itu, Aura berpendapat bahwa acara perpisahan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkumpul terakhir kali bersama teman-teman.
"Saya merasa, karena sudah lulus, kalau tidak ada perpisahan, kita tidak bisa berkumpul dan berinteraksi secara intensif dengan teman-teman," jelas Aura.
Dedi Mulyadi juga menyinggung latar belakang keluarga Aura yang pernah menjadi korban penggusuran di bantaran sungai. Ia mengingatkan agar keluarga tersebut tidak bergaya hidup terlalu mewah. Dedi menyayangkan tuntutan warga terkait penggantian rumah yang digusur.
"Saya bertanya, tinggal di tanah orang lain apakah harus membayar kepada pemilik tanah? Kalau saya balik menuntut, apakah pemerintah daerah harus membayar tagihan selama bertahun-tahun ke belakang?" tanya Dedi.
"Bapak kan bisa melihat dulu latar belakang saya, apakah saya miskin atau tidak, mampu membayar atau tidak," jawab Aura.
"Kamu miskin tidak?" tanya Dedi lagi.
"Iya, saya mengakui," jawab Aura.
"Kenapa miskin ingin hidup bergaya, sekolah harus ada perpisahan? Karena kamu merasa miskin. Kenapa orang miskin tidak merasa prihatin?" pungkas Dedi.