Ekonom dari Economic Development-Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menanggapi kekhawatiran Amerika Serikat (AS) terkait pemanfaatan sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dengan nada meremehkan.
Menurut ekonom tersebut, ketakutan AS terhadap QRIS dan GPN berlebihan. Ia berpendapat bahwa perkembangan pesat QRIS dan GPN justru membuat AS merasa terancam. Ia juga menyayangkan sikap AS yang seolah ingin ikut campur dalam kebijakan dalam negeri Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa Bank Indonesia (BI) menciptakan QRIS dan GPN untuk memajukan ekonomi digital di Indonesia.
Kekhawatiran perusahaan keuangan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank, muncul karena QRIS dan GPN mengalami pertumbuhan signifikan. Selain itu, AS menyoroti kurangnya komunikasi BI kepada pihak internasional terkait perubahan sistem, baik dari segi data maupun operasional, selama proses penyusunan kebijakan QR code.
Peraturan BI No 19/08/2017 tentang GPN mewajibkan seluruh transaksi kartu kredit dan debit ritel domestik diproses melalui lembaga switching GPN yang beroperasi di Indonesia dan memiliki izin dari BI.