Armada Sumud: Dilema Semangat Keagamaan dalam Misi Kemanusiaan ke Gaza

Semangat membara membela Palestina, khususnya Gaza, seringkali diiringi seruan bernada keagamaan. Bagi banyak aktivis dan relawan dari negara-negara Islam, yel-yel keislaman menjadi pemicu semangat dalam perjuangan ini.

"Birruh… Biddam… Nafdika ya al-Aqsha!” ("Jiwaku… Darahku… Kukorbankan untukmu ya al-Aqsa") berulang kali dikumandangkan oleh delegasi dari berbagai negara Islam, termasuk Indonesia, Turki, Malaysia, dan Pakistan, selama pelatihan dan persiapan pelayaran Global Sumud Flotilla di Tunisia. Takbir "Allahu Akbar" pun menjadi penutup setiap sesi pelatihan.

Namun, semangat juang yang diungkapkan ini justru menjadi persoalan dalam konteks pelayaran Armada Sumud. Dewan pengarah dari Eropa menilai bahwa ungkapan-ungkapan tersebut berpotensi membahayakan. Apa yang awalnya dimaksudkan sebagai penyemangat, justru bisa mengancam keselamatan.

Yel-yel dan seruan keagamaan dianggap sebagai penyaluran semangat yang berlebihan dan dapat memicu tindakan yang tidak terkendali. Hal ini sangat berisiko jika kapal menjadi sasaran penyergapan tentara Israel. Ungkapan-ungkapan keislaman dapat disalahartikan sebagai ancang-ancang perlawanan.

Jika satu partisipan tidak mampu menahan diri, teriakan dari partisipan lain dapat membahayakan seluruh misi kemanusiaan saat terjadi penyerangan.

Koordinator Indonesian Global Peace Convoy (IGPC) mengingatkan delegasinya untuk menahan diri dan tidak terlalu reaktif mengikuti yel-yel semangat dari negara-negara Islam lainnya. "Misi ini adalah gerakan tanpa kekerasan," tegasnya.

IGPC, sebagai payung berbagai organisasi nirlaba Indonesia yang peduli terhadap Palestina, sempat kecolongan dalam mengendalikan relawan agar tidak terlalu bersemangat dalam menyambut yel-yel keislaman.

IGPC adalah bagian dari Sumud Nusantara yang berbasis di Malaysia. Indonesia merupakan anggota terbesar dalam Sumud Nusantara, selain Malaysia, Pakistan, Maladewa, Bangladesh, dan juga Thailand serta Filipina.

Scroll to Top