Gelombang Musisi Tarik Karya dari Spotify: Dukungan atau Prinsip?

Isu royalti belum selesai, kini industri musik Indonesia kembali diguncang fenomena baru: penarikan karya musik dari platform streaming raksasa, Spotify. Majelis Lidah Berduri, salah satu band yang cukup dikenal, mengambil langkah tegas ini.

Terhitung sejak 24 September 2025, seluruh katalog musik Majelis Lidah Berduri, kecuali lagu-lagu yang terikat kontrak dengan label, tidak lagi tersedia di Spotify. Album-album seperti "Re-Anamnesis" hingga "NKKBS Bagian Pertama" serta beberapa single, kini bisa dinikmati melalui platform lain seperti Bandcamp, Apple Music, YouTube Music, YouTube, dan The StoreFront.

Alasan di balik keputusan ini cukup kuat: Majelis Lidah Berduri tidak ingin terlibat secara tidak langsung dalam aktivitas yang dianggap mendukung genosida di Palestina. Hal ini terkait dengan investasi besar CEO Spotify, Daniel Ek, di Helsing, sebuah startup AI militer di Eropa. Bagi mereka, berkontribusi pada alat perang bertentangan dengan nilai-nilai yang mereka suarakan melalui musik.

Tentu saja, tidak semua musisi mengambil langkah yang sama. Spotify masih menjadi platform promosi yang efektif, terutama bagi musisi pendatang baru. Keputusan untuk bertahan atau keluar dari Spotify menjadi pilihan masing-masing.

Sebagai alternatif, beberapa platform streaming lain mulai dilirik. Bandcamp, Qobuz, Apple Music, YouTube Music, YouTube, dan The StoreFront menjadi pilihan yang direkomendasikan. Bandcamp menawarkan opsi pembelian merchandise dan album fisik, sementara Qobuz menyediakan pengalaman streaming berkualitas tinggi.

Fenomena ini muncul seiring dengan kebangkitan minat terhadap album fisik. Banyak yang berpendapat bahwa kembali ke era album fisik bukanlah hal yang buruk. Musisi pun kini semakin fokus untuk merilis album fisik. Lalu, bagaimana dengan pendapat Anda?

Scroll to Top