Jakarta – Sidang kasus yang melibatkan Nikita Mirzani terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan TPPU kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan dari saksi ahli yang diajukan oleh pihak Nikita Mirzani.
Frans Asisi, seorang ahli linguistik terkemuka dari Universitas Indonesia, hadir sebagai saksi ahli. Ia dikenal atas keahliannya dalam menganalisis bahasa dalam berbagai kasus besar, termasuk kasus Ferdy Sambo dan Hasto Kristiyanto.
Dalam keterangannya, Frans Asisi berfokus pada analisis percakapan antara dokter Reza Gladys dan asisten Nikita Mirzani, Ismail Marzuki alias Mail.
"Ungkapan dalam percakapan tersebut lebih menunjukkan upaya mencari solusi bersama, bukan bentuk perintah atau pemaksaan," jelas Frans Asisi di hadapan majelis hakim, Kamis (25/9/2025).
Menurutnya, pengulangan kalimat dalam percakapan tersebut lebih tepat diinterpretasikan sebagai upaya untuk mencapai kesepakatan, bukan sebagai bentuk tekanan. Ia menekankan bahwa bahasa dalam konteks ini berfungsi sebagai alat negosiasi bisnis.
"Tidak ada indikasi pemaksaan dalam percakapan tersebut," tegasnya.
Ahli bahasa ini juga menyoroti bahwa dalam dunia bisnis, komunikasi yang melibatkan ajakan, tawar-menawar, atau permintaan bantuan adalah hal yang lazim. Ia tidak menemukan adanya ancaman eksplisit yang mengarah pada kekerasan atau tekanan psikologis.
"Dalam bisnis, semua ada harganya. Dari sudut pandang linguistik, tidak ada unsur ancaman atau pemerasan. Ini adalah komunikasi bisnis yang wajar. Jika ada tekanan, tidak akan ada negosiasi angka," terang Frans Asisi.
Ia kemudian memberikan contoh perbedaan antara kalimat negosiasi dan ancaman. Dalam rekaman percakapan yang dianalisis, ia tidak menemukan unsur yang memenuhi kriteria ancaman.
"Ancaman harus jelas, misalnya menyebut akan melukai atau melakukan tindakan yang mengancam jiwa. Hal ini tidak saya temukan dalam percakapan tersebut. Yang ada hanyalah diskusi bisnis, opini, dan permintaan bantuan," jelas Frans Asisi.
Berdasarkan analisisnya, Frans Asisi menyimpulkan bahwa percakapan antara Reza Gladys dan Mail lebih tepat dikategorikan sebagai negosiasi bisnis biasa yang mengandung unsur permintaan bantuan, bukan sebagai bentuk pemerasan atau intimidasi.
"Ancaman itu misalnya, ‘Saya akan membunuh kamu!’ atau ‘Saya akan melaporkan kamu,’ yang membuat seseorang terancam. Itu tidak ada dalam percakapan ini," ujarnya.
"Hanya ada seseorang yang menghadapi masalah, dan pihak lain ingin membantu, tetapi dalam bisnis, bantuan tidak datang secara gratis," pungkasnya.