Rupiah Terjun Bebas: Sektor Mana Saja yang Paling Terpukul?

Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS terus menunjukkan tren pelemahan yang mengkhawatirkan, menembus level psikologis Rp16.700 per Dolar AS. Kondisi ini dapat memicu kerugian akibat selisih kurs, terutama bagi sektor-sektor yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap mata uang asing.

Pada hari Kamis (25/9/2025), Rupiah terdepresiasi hingga 0,39% menjadi Rp16.735 per Dolar AS, menandai pelemahan selama enam hari berturut-turut dan menjadi level terburuk sejak akhir April 2025.

Pelemahan Rupiah akan memicu sejumlah dampak negatif bagi perekonomian Indonesia, khususnya bagi industri yang sangat bergantung pada impor atau memiliki utang dalam denominasi Dolar AS.

Biaya Impor Meroket: Melemahnya Rupiah menyebabkan harga barang impor menjadi lebih mahal karena pembayaran harus dilakukan dengan Dolar yang semakin perkasa. Hal ini berpotensi menaikkan harga bahan baku, mendorong inflasi, dan menekan daya beli masyarakat.

Beban Utang Valas Membengkak: Perusahaan dengan pinjaman dalam Dolar AS akan menghadapi cicilan yang lebih besar ketika dikonversi ke Rupiah.

Inflasi Tekanan Biaya: Kenaikan harga bahan bakar, pangan, dan barang konsumsi impor akan memicu inflasi yang selanjutnya akan menekan konsumsi rumah tangga.

Beberapa emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) diperkirakan akan terkena dampak signifikan dari pelemahan Rupiah yang berkelanjutan.

Emiten Bahan Baku Impor:

Perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor akan menghadapi tantangan berat. Pelemahan Rupiah akan meningkatkan biaya produksi, menekan margin keuntungan, dan berpotensi menghambat pertumbuhan laba, yang pada akhirnya dapat membuat saham perusahaan kurang menarik bagi investor.

Contoh perusahaan yang sangat bergantung pada impor bahan baku adalah produsen susu, mie instan, biskuit, elektronik, mobil, dan maskapai penerbangan seperti ICBP, INDF, Ultrajaya Milk Industry, dan Garuda Indonesia.

Emiten Utang Dolar:

Nilai tukar Rupiah yang melemah juga menjadi kendala bagi perusahaan dengan utang dalam Dolar AS. Nilai pokok utang dan bunganya akan meningkat secara otomatis, memicu beban keuangan yang lebih tinggi, penurunan laba bersih, dan potensi penurunan nilai saham.

Emiten yang rentan terhadap pelemahan Rupiah karena memiliki banyak utang antara lain ICBP, INDF, MDLN, ASRI, dan ACES.

Emiten Farmasi:

Sektor farmasi dalam negeri masih sangat bergantung pada impor bahan baku obat-obatan, bahkan mencapai 90%. Hal ini disebabkan oleh industri hulu farmasi bahan baku obat yang belum mampu memasok kebutuhan industri hilir.

Ketergantungan ini menambah beban bagi perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI seperti KLBF, PYFA, KAEF, dan INAF.

Scroll to Top