Hakim PN J Dipecat Tidak Hormat Akibat Pelanggaran Kode Etik Berat

Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang terdiri dari Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan sanksi pemecatan tidak hormat kepada hakim berinisial FK, yang bertugas di Pengadilan Negeri (PN) J. Keputusan ini diumumkan dalam sidang MKH yang berlangsung pada Kamis, 25 September 2025.

Kasus ini bermula dari laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Investigasi yang dilakukan KY mengungkap fakta-fakta yang mendukung laporan tersebut.

FK, yang telah 20 tahun berkarir sebagai hakim, diduga berselingkuh dengan seorang wanita berinisial IN saat bertugas di PN R, padahal keduanya terikat pernikahan yang sah. Bukti video yang menunjukkan keintiman keduanya memperkuat dugaan tersebut. Selain itu, FK juga dituduh menjalin hubungan dengan wanita lain selama dua tahun.

Tidak hanya itu, FK juga pernah dilaporkan atas dugaan pelecehan seksual di PN R. Saat bertugas di PN J, ia kembali dituduh melakukan pelecehan seksual dan menjalin hubungan dengan wanita bersuami serta seorang mahasiswi.

Dalam pembelaannya, FK membantah semua tuduhan. Ia mengklaim bahwa video yang ada bukanlah bukti perselingkuhan dan beberapa laporan adalah masalah yang sudah selesai. FK juga menepis tuduhan pelecehan seksual dan pernikahan siri.

Dari tujuh saksi yang dihadirkan, hanya empat yang keterangannya dianggap relevan, yaitu istri, rekan kerja, dan teman FK. Keterangan mereka cenderung mendukung pernyataan FK. Pembelaan dari Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) juga senada, menyatakan bahwa hubungan dengan IN hanya sebatas pekerjaan dan tidak ada pelecehan.

Namun, majelis MKH menolak pembelaan tersebut dan menganggap bahwa tidak ada fakta yang dapat membatalkan rekomendasi dari KY. Majelis juga menekankan bahwa FK telah berulang kali melakukan perbuatan tidak pantas terhadap beberapa wanita, baik saat bertugas di PN R maupun PN J.

Majelis berpendapat bahwa sebagai hakim, FK gagal menjaga marwah jabatannya, menjunjung tinggi keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Tindakannya juga dianggap mencemarkan nama baik lembaga peradilan. Tidak ada faktor yang meringankan dalam kasus ini.

FK terbukti melanggar sejumlah pasal dalam Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim, serta Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Scroll to Top