Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di seluruh Indonesia tetap terjamin, meskipun Shell berencana menarik diri dari bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mulai tahun 2026.
Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, keputusan Shell Indonesia untuk hengkang adalah murni persoalan bisnis perusahaan. Ia menegaskan bahwa mundurnya Shell tidak akan mengganggu pasokan BBM nasional. "Pasokan BBM tetap aman, tidak ada pengaruhnya," ujarnya seusai acara di Jakarta Selatan, Minggu (28/9).
Kelangkaan BBM yang sempat terjadi di beberapa SPBU Shell, menurutnya, disebabkan oleh belum selesainya proses negosiasi dengan PT Pertamina (Persero). Pemerintah menekankan bahwa pasokan BBM Shell dan perusahaan swasta lainnya sangat bergantung pada Pertamina, sesuai kesepakatan sebelumnya.
Saat ini, baru PT Vivo Energy Indonesia (Vivo) yang sepakat membeli BBM dari Pertamina dengan syarat BBM tersebut masih berupa base fuel atau belum tercampur. Pemerintah berharap Shell dan BP-AKR segera menyusul.
"Pemerintah hanya memantau, kami ingin kesepakatan ini segera diimplementasikan," kata Dirjen Migas. Ia optimis kesepakatan antara SPBU swasta dan Pertamina akan segera tercapai dalam minggu ini.
Shell telah menyetujui pengalihan bisnis SPBU-nya kepada perusahaan patungan baru antara Citadel Pacific Limited dan Sefas Group sejak Mei 2025, dan diharapkan proses ini selesai tahun depan.
Meskipun pengelolaan SPBU beralih, Shell memastikan produk BBM mereka tetap akan dijual di Indonesia melalui perjanjian lisensi merek dengan perusahaan patungan tersebut.
Vice President Corporate Relations Shell Indonesia menjelaskan bahwa pelanggan akan tetap memiliki akses ke produk BBM berkualitas tinggi.
Bisnis SPBU Shell di Indonesia mencakup jaringan SPBU serta kegiatan pasokan dan distribusi BBM. Saat ini, Shell memiliki sekitar 200 lokasi SPBU di seluruh Indonesia, termasuk terminal BBM di Gresik.
