Di tengah isu keracunan massal yang menghantui program Makanan Bergizi Gratis (MBG) untuk anak-anak, seniman tergerak untuk bersuara. Maestro tari Yoyok Bambang Priyambodo berkolaborasi dengan Cannadian Mahendra menghadirkan karya tari "Srawung Singkong" sebagai respons atas permasalahan ini.
Inspirasi tarian ini muncul dari eksplorasi gerak di kebun singkong daerah Mijen, Semarang. Yoyok mengungkapkan bahwa titik awalnya adalah keprihatinan terhadap kasus keracunan yang menimpa siswa penerima program MBG.
"Rasa prihatin mendorong saya untuk mengekspresikannya dalam bentuk tarian," jelas Yoyok.
Namun, "Srawung Singkong" bukan sekadar kritik. Karya ini membawa pesan harapan. Yoyok meyakini bahwa jika program MBG dijalankan dengan serius dan cermat, manfaatnya akan dirasakan banyak keluarga. Negara pun akan hadir lebih nyata di tengah masyarakat.
"Niat baik pemerintah harus didukung dengan sumber daya yang memadai. Mulai dari dapur, bahan makanan, hingga tim pemeriksa kualitas gizi," tambahnya.
Pemilihan singkong sebagai simbol pun memiliki makna mendalam. Daun singkong yang bercabang melambangkan gotong royong, keterlibatan banyak pihak yang harus bekerja sama.
"Pohon singkong itu lurus, tapi daunnya seperti tangan-tangan. Ini menggambarkan perlunya gotong-royong, ketelitian, dan kehati-hatian untuk menyukseskan program ini," urainya.
Selain aspek sosial, singkong juga relevan dari segi gizi. Kandungan karbohidrat, serat, dan vitaminnya menjadikan singkong sebagai alternatif pangan yang berpotensi mendukung ketahanan pangan nasional.
"Kami ingin menunjukkan bahwa singkong bisa menjadi alternatif pangan sehat, pengganti nasi. Singkong juga telah menjadi bagian dari budaya kuliner Indonesia sejak lama," paparnya.
Melalui "Srawung Singkong," Yoyok ingin mengangkat citra singkong, bukan hanya sebagai bahan pangan murah, melainkan simbol kemandirian, ketahanan, serta refleksi atas program pemerintah.