Studi internasional terbaru mengungkap fakta mengejutkan: distribusi lemak di tubuh, bukan hanya jumlahnya, berpengaruh signifikan terhadap risiko kanker. Penelitian yang dipublikasikan di Journal of the National Cancer Institute ini menyoroti bagaimana lemak di lengan, kaki, perut, atau yang membungkus organ dalam (lemak viseral) dapat memengaruhi risiko kanker secara berbeda.
Selama ini, Indeks Massa Tubuh (BMI) menjadi acuan utama dalam mengukur hubungan antara obesitas dan kanker. Namun, BMI memiliki keterbatasan karena tidak membedakan massa otot dan lemak, serta tidak menunjukkan lokasi lemak di tubuh.
Tim peneliti menganalisis 12 jenis kanker terkait obesitas, termasuk kanker endometrium, ovarium, payudara, kolorektal, pankreas, hati, ginjal, tiroid, kandung empedu, hingga multiple myeloma. Mereka menggunakan metode Mendelian randomization, teknik genetik untuk meneliti hubungan sebab-akibat.
Hasilnya, distribusi lemak terbukti berperan penting, namun dengan pola yang bervariasi. Pada beberapa kanker, lokasi lemak lebih berpengaruh daripada total lemak. Pada jenis lain, total lemak lebih menentukan. Bahkan, ada juga yang dipengaruhi oleh keduanya. Ini mengindikasikan bahwa jalur biologis yang menghubungkan lemak dengan perkembangan kanker berbeda-beda tergantung jaringan tubuh yang terlibat.
Studi ini menggarisbawahi bahwa BMI hanya mengukur ukuran tubuh, bukan bentuknya. Dua orang dengan BMI sama bisa memiliki profil kesehatan yang berbeda, tergantung pada distribusi lemak di tubuh mereka. Temuan ini sejalan dengan pandangan bahwa BMI adalah alat ukur yang terlalu sederhana.
Pendekatan baru menekankan pentingnya komposisi tubuh dan pola distribusi lemak. BMI mungkin berguna untuk melihat tren populasi, tetapi terlalu kasar untuk menilai risiko kesehatan individu.
Jika pola penyimpanan lemak tertentu terbukti meningkatkan risiko kanker tertentu, maka strategi pencegahan bisa menjadi lebih tepat sasaran. Misalnya, pemeriksaan menggunakan rasio pinggang-pinggul, pencitraan tubuh, atau biomarker darah dapat membantu mengidentifikasi individu yang membutuhkan skrining dini.
Terapi obesitas, mulai dari pola hidup sehat, obat-obatan, hingga operasi, juga dapat dievaluasi bukan hanya dari penurunan berat badan, tetapi juga dari seberapa efektif terapi tersebut mengurangi lemak viseral berbahaya.
Faktor biologis seperti hormon, inflamasi, sinyal insulin, hingga aktivitas sistem imun yang berbeda di tiap depot lemak, kemungkinan besar memengaruhi hubungan ini. Ini dapat menjelaskan mengapa, misalnya, kanker ovarium dipengaruhi oleh pola lemak tertentu, sementara kanker kolorektal oleh pola lain.
Penelitian ini masih didominasi oleh data genetik dari populasi Eropa. Oleh karena itu, penelitian lanjutan pada populasi yang lebih beragam sangat diperlukan untuk memperluas pemahaman.
Hasil studi ini menegaskan kembali pentingnya menjaga berat badan sehat. Komposisi tubuh, khususnya distribusi lemak, juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan.