"Ingat, Mengingat, dan Kembali": Eksplorasi Sinema Eksperimental di Bandung

Sebuah pameran seni rupa unik hadir di Galeri Tjap Sahabat, Bandung, pada 20–24 Agustus 2025. Bertajuk "Ingat, Mengingat, dan Kembali", pameran ini menampilkan karya tiga mahasiswi Studio Film Universitas Pendidikan Indonesia (UPI): Annisa Faradila (Afa), Made Virgie Avianthy (Virgie), dan Anisah Rizki Fadilah (Nisa). Mereka menggunakan film dan fotografi eksperimental sebagai media untuk menggali hubungan antara tubuh, memori, tradisi, dan alam.

Pameran ini mempertanyakan hakikat sinema: apakah hanya sebatas hiburan berbasis narasi konvensional, ataukah wilayah yang lebih luas, di mana film dapat berdialog dengan seni rupa, arsip, dan pengalaman manusia? Ketiga seniman muda ini memilih jalur kedua, menolak dramaturgi klasik demi menyajikan montase visual yang lebih mirip puisi, fragmen ingatan, atau bahkan ritual.

Galeri Tjap Sahabat, dengan gaya pecinaan dan dua lantainya, diubah menjadi lanskap sinematik berlapis. Nisa dan Virgie menempati ruang galeri lantai atas yang intim, menampilkan karya berbasis mitos, ritual, dan arsip personal. Sementara Afa memilih ruang luas bekas pabrik di lantai bawah, yang ternyata sangat beresonansi dengan proyeksi filmnya tentang kerapuhan tubuh dan ingatan.

Karya dan Pendekatan Artistik

Afa menghadirkan "She Taking Care of Me," montase puitis yang menggabungkan foto analog, film 16mm, dan narasi personal tentang kakaknya yang mengidap skoliosis. Gambar-gambar pascabencana likuifaksi Palu 2018, rumah yang rapuh, dan tubuh sang kakak yang berjuang, dijalin dengan fragmen ingatan kolektif tentang "rumah" dan kehilangan. Tekstur kasar medium analog, cacat teknis yang disengaja, dan ketidakstabilan cahaya justru menjadi kekuatan estetikanya, metafora tentang tubuh manusia yang tak sempurna.

Virgie menyelami tradisi kolektif melalui film dan instalasinya "Melaut Melayat," mereinterpretasi upacara Ngaben Bali dengan medium salt print eksperimental. Ia membangun hubungan antara tubuh, laut, dan memori leluhur. Air laut, tempat abu dilabuhkan, menjadi metafora perjalanan roh dan siklus kehidupan. Visual berbutir kasar dengan nuansa sepia keabu-abuan menyerupai arsip tua. Instalasi mutoscope dari salt print menambah dimensi performatif, mengajak penonton berinteraksi secara fisik, seolah melakukan ritual kecil yang menghidupkan kembali arsip leluhur.

Nisa menghadirkan "Guriang Gunung," karya yang mengolah mitos Sangkuriang dan kosmologi Sunda melalui pendekatan sinema mitopoetik dan eco-cinema. Ia merekam performa tari dengan kostum tumbuhan dan topeng kertas di Gunung Tangkuban Parahu. Tubuh penari diselimuti dedaunan, seolah berkamuflase menjadi bagian dari hutan. Pilihan visual long take, komposisi statis, dan ritme lambat mencerminkan kesunyian hutan. Alam bukan lagi latar, melainkan aktor utama, menghadirkan kosmologi lokal sebagai bahasa visual yang hidup.

Montase: Bahasa Visual Utama

Ketiga karya ini disatukan oleh penggunaan montase sebagai bahasa utama. Montase tidak lagi membangun kontinuitas ala Hollywood, melainkan menghadirkan patahan, repetisi, dan fragmentasi yang membuka ruang tafsir baru. Cacat film analog, kaburnya salt print, hingga repetisi gestur tubuh dalam hutan, menjadi bagian dari "montase sensori" yang menantang cara kita memahami film.

Respon dan Implikasi

Pameran ini memicu reaksi beragam. Sebagian pengunjung yang terbiasa dengan film naratif mengaku kebingungan. Namun, justru di situlah letak keberhasilannya: memaksa penonton keluar dari kebiasaan menonton film sebagai cerita linear, dan mulai mengalaminya sebagai rangkaian sensasi visual, suara, dan tekstur. Bagi audiens seni rupa, karya-karya ini lebih mudah diterima, sehingga kehadiran film eksperimental di ruang galeri memindahkan cara pandang: film bukan lagi tontonan, melainkan objek pengalaman.

"Ingat, Mengingat, dan Kembali" membuka percakapan penting tentang posisi film eksperimental di Bandung, dan menunjukkan bahwa sinema eksperimental adalah cara baru untuk meraba ingatan, kerapuhan, dan spiritualitas melalui gambar bergerak.

Scroll to Top