Antam di DPR: Benarkah Emas Batangan Berstempel Singapura?

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru-baru ini menyoroti PT Aneka Tambang (Antam) terkait isu emas batangan yang beredar dengan cap atau stempel Singapura. Tuduhan ini memicu pertanyaan serius mengenai asal-usul dan proses pengadaan emas yang dijual Antam kepada masyarakat.

Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto, membantah tudingan tersebut. Ia menjelaskan bahwa kapasitas pemurnian emas yang dimiliki Antam sangat terbatas, sementara permintaan emas di pasar domestik terus meningkat secara signifikan.

"Permintaan emas dari masyarakat terus melonjak. Tahun lalu penjualan mencapai 37 ton, dan tahun ini kami menargetkan 45 ton," ungkap Achmad saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR RI.

Namun, produksi emas dari tambang Antam di Pongkor hanya sekitar 1 ton per tahun. Kekurangan pasokan ini memaksa Antam mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Setidaknya ada tiga strategi yang ditempuh Antam. Pertama, membeli kembali (buyback) emas dari masyarakat. Namun, jumlah emas yang diperoleh dari buyback hanya sekitar 2,5 ton per tahun.

Kedua, Antam membeli emas dari perusahaan tambang lain di Indonesia yang memurnikan emasnya di fasilitas Antam. Akan tetapi, tidak ada regulasi yang mewajibkan perusahaan-perusahaan tambang tersebut menjual emasnya ke Antam. Mereka memiliki opsi untuk melakukan ekspor.

"Perusahaan tambang lebih memilih ekspor karena faktor pajak. Jika menjual ke Antam, mereka juga meminta agar perak mereka dibeli sekaligus. Bundling ini dengan PPN 13 persen, menjadi beban bagi mereka dan Antam," jelas Achmad.

Akhirnya, Antam memilih opsi ketiga, yaitu mengimpor emas dari luar negeri, terutama dari Singapura dan Australia. Jumlah emas yang diimpor mencapai 30 ton per tahun.

Impor ini dilakukan dari perusahaan atau lembaga yang terafiliasi dengan London Bullion Market Association (LBMA). "Kami tidak asal impor. Kami membeli dari bullion bank, refinery, atau trader yang ada di Singapura maupun Australia dengan harga pasar. Mengapa impor? Terpaksa, karena kebutuhan masyarakat besar, sementara sumbernya terbatas," tegas Achmad.

Padahal, potensi produksi emas dari seluruh tambang di Indonesia mencapai 90 ton per tahun, termasuk dari PT Freeport Indonesia (PTFI) yang potensinya mencapai 50 ton per tahun.

Antam berencana menyerap emas dari Freeport mulai tahun 2025, setelah emas tersebut diolah di Indonesia. Achmad menyebutkan telah ada kerja sama antara Antam dan Freeport untuk menyerap 25-30 ton emas. Namun, diperkirakan penyerapan hingga akhir 2025 hanya sekitar 9 ton.

Scroll to Top