Rencana Trump untuk Gaza: Perdamaian atau Sekadar Klaim?

Janji terbaru Donald Trump untuk segera mengakhiri konflik di Gaza menuai keraguan. Klaim sebelumnya yang menyebutkan telah mengakhiri tujuh peperangan masih menjadi pertanyaan. Trump menyatakan optimisme melalui platform Truth Social-nya tentang "KEJAYAAN DI TIMUR TENGAH," dengan menyebut semua pihak siap untuk sesuatu yang istimewa.

Rencana 21 poin Trump mulai terkuak menjelang pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Apa saja isinya?

Jalan Menuju Negara Palestina?

Inti dari rencana ini adalah pembentukan negara Palestina, sebuah ide yang selama ini ditentang keras oleh Israel. Rencana ini juga menyertakan peta jalan masa depan untuk Gaza. Pembebasan 20 sandera yang masih hidup dan sejumlah jenazah sandera di Gaza menjadi syarat utama, dengan imbalan pembebasan ratusan warga Palestina yang ditahan di Israel dalam waktu 48 jam setelah kesepakatan.

Setelah pembebasan sandera, Israel akan membebaskan 250 tahanan seumur hidup dan 1.700 warga Gaza yang ditahan sejak serangan 7 Oktober. Sebagai tambahan, untuk setiap jenazah sandera Israel yang dikembalikan, Israel akan menyerahkan jenazah 15 warga Gaza.

Rencana ini juga menuntut penggulingan Hamas, sebuah organisasi yang dianggap teroris oleh berbagai negara, serta komitmen untuk melucuti senjata. Reformasi Otoritas Palestina (PA) juga menjadi tuntutan, bersama dengan janji Israel untuk tidak menyerang Qatar, yang berperan sebagai mediator.

Poin-poin lain mencakup rencana ekonomi untuk Gaza, jaminan keamanan oleh AS dan negara-negara kawasan, serta kesempatan bagi warga yang meninggalkan Gaza untuk kembali. Tidak ada paksaan bagi warga yang masih tinggal untuk pergi.

Gaza akan dikelola oleh pemerintahan transisi. Mantan anggota Hamas dapat memilih untuk tetap tinggal dan ikut serta dalam rencana baru ini, atau diberi jalan aman untuk pindah ke negara lain.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus segera menghentikan operasi setelah kesepakatan dan menyerahkan wilayah yang telah direbut. Israel juga harus berjanji tidak akan menduduki atau mencaplok wilayah Gaza.

Bantuan dari lembaga internasional harus bisa masuk ke Gaza tanpa hambatan.

Asal Usul Rencana 21 Poin

Rencana ini diajukan Trump dalam pertemuan dengan para pemimpin dari negara-negara Arab dan Islam di PBB. Negara-negara tersebut menegaskan komitmen untuk bekerja sama dengan Trump dan menekankan pentingnya kepemimpinannya untuk mengakhiri perang.

Rencana ini dikabarkan mendapat dukungan dari Tony Blair Institute for Global Change. Blair disebut-sebut akan memimpin Gaza International Transitional Authority (GITA). GITA bisa memegang kendali hingga Otoritas Palestina dinilai memenuhi syarat untuk menjalankan pemerintahan.

Rencana ini muncul di tengah meningkatnya pengakuan negara Palestina oleh negara-negara Barat.

Trump sangat percaya diri dengan rencananya, sementara Netanyahu lebih berhati-hati, namun tidak menolaknya.

Seorang pejabat Hamas yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Hamas belum menerima pemaparan soal rencana tersebut. Hamas menyatakan siap mempertimbangkan setiap proposal yang melindungi hak-hak nasional rakyat Palestina.

Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, menyoroti kesulitan yang akan dihadapi Netanyahu, meskipun dia mendukung rencana tersebut. Dia menekankan bahwa keamanan Israel bergantung pada tindakan, kendali atas wilayah, dan penegakan tanpa kompromi. Bezalel juga menolak segala bentuk keterlibatan Otoritas Palestina.

Scroll to Top