Kisah Persahabatan di Syria: Dari Pabrik Benzene Hingga Istana Kurma

Rabu, 1 Oktober 2025, pukul 04:00 WIB, seorang tokoh bertemu sahabat baru bernama Belal selama tiga hari di Syria. Pertemuan pertama mereka terjadi saat makan malam di sebuah restoran mewah bintang lima, di mana ada tamu penting dari Saudi Arabia yang diduga adalah seorang pejabat tinggi.

Keesokan harinya, Ia diundang ke kantor Belal yang sederhana di lantai empat gedung miliknya. Selama percakapan, telepon berdering terus-menerus dan tamu silih berganti datang. Belal memiliki berbagai bisnis di berbagai sektor.

Belal adalah seorang pengusaha yang memulai dari bawah, bahkan tidak lulus SMA. Ia menyebut dirinya "buta huruf". Belal memiliki tiga anak, anak sulungnya lulus MBA di Jerman dan memimpin perusahaan di sana. Belal ingin anaknya lebih maju dan tidak memulai dari nol seperti dirinya.

Belal membangun pabrik kimia dasar yang besar di luar Damaskus dengan teknologi Amerika untuk memproduksi benzene. Investasi mencapai Rp 5 triliun tanpa pinjaman bank. Namun, sebagian pabrik hancur akibat perang dan dijarah.

Pabrik yang selesai dibangun sebelum perang itu kini mangkrak. Banyak onderdil dicuri, termasuk kabel. Ia merasa sedih melihat investasi besar itu tidak berfungsi karena perang, mirip dengan pengalamannya sendiri saat investasi besar terhenti karena Covid.

Namun, Belal tetap bersyukur karena masih hidup, sehat, dan anak-anaknya tumbuh dengan baik. Ia juga menyantuni anak yatim dan memberi makan orang miskin di kampung halamannya. Kini, Syria sudah damai, dan Belal berencana memperbaiki pabriknya dengan biaya tambahan sekitar Rp 500 miliar.

Ia terkesan dengan Belal yang usahanya tetap berkembang selama masa pemerintahan lama, bertahan saat perang, dan kini melaju cepat di masa damai.

Setelah pabrik benzene, Ia diajak ke pabrik alat-alat listrik, namun karena sudah sore, mereka pergi makan siang di rumah Belal. Rumah itu ternyata adalah sebuah istana seluas hampir satu hektare dengan pagar pohon tinggi, taman indah, kolam renang besar, dan kebun kurma.

Di sebelah kebun kurma terdapat lapangan bola mini dengan rumput sintetis. Di pojok lapangan terdapat dapur indah dengan kompor listrik, pemanggang listrik, dan tungku tradisional untuk membuat roti Arab.

Sore hari, pegawai rumah memasang meja makan di halaman rumput di antara pohon kurma. Mereka shalat berjamaah di sela-sela pohon kurma, menggabungkan shalat dzuhur dan ashar.

Setelah shalat, Ia diajak naik lift ke lantai tiga rumah yang sedang dalam tahap penyelesaian. Rumah itu baru selesai dibangun tiga tahun lalu dan belum sepenuhnya selesai.

Saat matahari terbenam, makanan tersaji dengan luar biasa banyaknya dan lezatnya. Anak sulung Belal dari Jerman ikut bergabung makan.

Saat berpamitan, Belal berharap agar mereka tetap berhubungan sebagai sahabat. Ia merasa beruntung mendapatkan sahabat baru di Syria.

Scroll to Top